Nelayan Resah Pukat Harimau Masih Beroperasi di Perairan Aceh Utara
Para nelayan resah terhadap keberadaan trawl (pukat harimau) yang masih marak beroperasi di perairan Aceh Utara.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, LHOKSUKON - Puluhan nelayan dan panglima laot dari delapan kecamatan di Aceh Utara, Jumat (20/10/2017) sore mendatangi gedung DPRK Aceh Utara.
Mereka resah terhadap keberadaan trawl (pukat harimau) yang masih marak beroperasi di perairan Aceh Utara.
Selain itu, nelayan meminta supaya qanun tentang alat tangkap yang sudah disahkan segera di-perbup-kan, sehingga bisa segera dijalankan.
Masing-masing nelayan tersebut berasal dari Kecamatan Tanah Jambo Aye, Seunuddon, Tanah Pasir, Lapang, Samudera, Syamtalira Bayu, Dewantara, dan Muara Batu.
"Persoalan pukat harimau sudah berlangsung lama beroperasi di kawasan kami, tapi sampai sekarang belum ada penyelesaian. Sehingga menimbulkan keresahan dari nelayan di kawasan kami. Pasalnya, tangkapan nelayan kecil menjadi menurun dan banyak jaring mereka yang rusak," ujar Panglima Laot Seunuddon, Amir Yusuf kepada Serambi, kemarin.
Baca: Peran Dukun di Balik Pengungkapan Kasus Bom Bali 15 Tahun Lalu
Menurutnya, nelayan di kawasan itu sudah berulang kali menangkap pemilik trawl yang beroperasi pada malam hari.
Bahkan, sebelumnya ada boat yang terpaksa dibakar massa karena tak mengindahkan imbauan warga.
"Mayoritas warga di pesisir kawasan kami bekerja sebagai nelayan, jadi kehadiran trawl itu sangat mengganggu nelayan kami," ujarnya.
Karena itu, kata Amir, nelayan sengaja datang ke DPRK untuk menyampaikan persoalan tersebut agar bisa segera diatasi.
"Jangan sampai nanti terjadi bentrok antara nelayan kami dengan nelayan yang menggunakan trawl. Kami berharap kepada Pemkab Aceh Utara untuk segera menyusun Perbup tentang alat tangkap, sehingga ke depan tak ada lagi trawl," tandasnya.
Baca: Populernya Selingkuh di Jepang Sampai Jadi Nama Sebuah Kota
Panglima Laot Lapang, M Hasan kepada Serambi menyebutkan, selama ini memang masih ada pukat trawl yang beroperasi di wilayah Aceh Utara.
"Jadi, trawl dari luar masih beroperasi di Aceh Utara. Kami minta itu harus dihentikan karena bisa mengganggu nelayan lain dan juga merusak semua binatang hidup di laut," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi B DPRK Aceh Utara, Saifuddin kepada Serambi menyebutkan, Pemkab Aceh Utara harus segera menyusun Perbup dan menjalankannya dengan serius, sehingga tidak menimbulkan persoalan baru nantinya.
"Kita minta kepada pihak terkait supaya segera merespons keluhan yang disampaikan masyarakat, karena persoalan ini juga sudah berlangsung lama dan sampai sekarang belum juga mampu diatasi," imbaunya. (jaf)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.