Melongok Proses Kreatif Sekolah yang Tak Punya Studio, Tapi Juara Festival Film Internasional
Sekelompok siswa ini berdiskusi mencari ide cerita. Sementara yang lain fokus pada angel kamera yang tepat.
Editor: Sugiyarto
"Kalau untuk film dengan tujuan serius dan festival atau kompetisi, mereka totalitas dan tidak Diunggah di Medsos. Bahkan mereka harus menyeleksi semua siswa di SMAMDA untuk dijadikan pemeran utama," kata Habibah yang mahasiswa Kedokteran Hewan Unair.
Ekstrakurikuler sinematografi SMAMDA lumayan tinggi peminatnya. Ada 17 siswa yang saat ini aktif di ekstra ini.
Setiap Sabtu mereka beraktivitas. Mulai dari teori dasar hingga pengambilan angel kamera dan menulis ide cerita.
"Jika tak ada lomba film, kami putar kembali film bersama-sama dan di bahas bersama. Tapi percayalah tiap tahun bahkan tiap bulan pasti ada kompetisi film," kata Habibah.
Dalam mendukung kreativitas anak-anak sekolah tak memberi Anggaran khusus. Lembaga ini mempercayakan kepada anak-anak. Mereka ternyata punya dana khas yang cukup.
Setiap hasil menang kompetisi film akan disimpan.
Selain untuk operasional ekstra juga untuk kebutuhan mereka membuat film berikutnya. Setiap ikut lomba target mereka harus mendapat pemghargaan apa pun.
Misalnya untuk membuat film pendek Jepang, tim hanya menghabiskan uang Rp 200.000. Semua diambil dari dana kas.
Untuk menghemat pengeluaran, mereka mengambil aktor dan pemeran utama dari siswa SMAMDA sendiri atau keluarga mereka