Di Pesantren Reot Ini Kia Amin Hasilkan Pembaca Kitab Kuning Andal
Dalam tempo 8-20 bulan, santri dijamin sanggup membaca kitab ‘gundul’ secara lancar lengkap dengan makna dan gramatikanya.
Penulis: Sugiyarto
“Di sini anak santri itu keluar masuk, menyesuaikan dengan metode. Begitu dia sudah khatam, biasanya terus pulang,” tutur Kiai Amin Fauzan Badri, pengasuh pesantren tersebut mengawali ceritanya.
Di samping itu, juga banyak orang tua yang tidak tega menaruh anaknya di pesantren ini, mereka tidak tega dengan fasilitas yang dimiliki.
Satu-satunya alasan yang membuat banyak orang tua tega menitipkan anaknya, menurut Kiai Amin, adalah kemampuan anak bisa membaca kitab kuning dalam tempo singkat.
Namun siapa sangka, dari gubuk reot inilah lahir anak-anak yang mahir membaca kitab kuning secara cepat.
Kiai Amin bercerita, metode cepat baca kitab kuning ini dibuat karena pengalaman masa lalunya saat masih di pesantren, yakni sulitnya membaca kitab kuning.
“Semua teman saya di pesantren dulu itu hafal kitab Alfiah, karena itu menjadi syarat kenaikan kelas.Tapi hanya sedikit yang mampu membaca dan menguasai kandungan kitab kuning dengan baik,” tuturnya
Atas pengalaman itulah, kala pulang dari pesantren, ia lalu mulai merumuskan metode yang kemudian diberi nama Al-Ikhtishor.
“Saya berfikir, bahwa membaca kitab itu mestinya mudah, karena susunan dalam bahasa arab itu hanya berupa jumlah Ismiyah dan jumlah Fi’liyah. Jika dua jumlah ini dikuasai, semua akan jadi mudah,” terangnya.
Baru setelah dipelajari pokoknya, susunannya berupa jumlah ismiyah atau fi’liyah, dipelajari pelengkapnya, yaitu jar-majrur, fi’il-fail, maf’ul bih, maf’ul muthlaq, dharaf, na’at wa man’ut, isim munsharif, ghairu munshorif, isim isyarah, dan lain-lainnya.
Kiai Amin menjelaskan, kitab yang dikarangnya hanya terdiri dari dua kitab pokok dan satu kitab maraji' (referensi).
Kitab pertama menjelaskan cara membuat Jumlah Ismiyah. Sedangkan kitab kedua menjelaskan cara membuat jumlah fi’liyah.
Menurutnya, untuk mengaji dua kitab Al-Ikhtishor cukup diselesaikan dalam tempo 2 bulan atau 52 kali pertemuan.
1 bulan pertama mengaji jumlah ismiyah, dan bulan kedua mengaji jumlah fi’liyah. Proses belajarnya menurut Kiai Amin cukup 1 jam dalam sehari.
“Santri setiap hari cukup belajar metode Al-Ikhtishor ini satu jam saja, karena syarat untuk mempelajari metode ini adalah tidak boleh lupa antara pelajaran pertama sampai terakhir."