Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Di Pesantren Reot Ini Kia Amin Hasilkan Pembaca Kitab Kuning Andal

Dalam tempo 8-20 bulan, santri dijamin sanggup membaca kitab ‘gundul’ secara lancar lengkap dengan makna dan gramatikanya.

Penulis: Sugiyarto
zoom-in Di Pesantren Reot Ini Kia Amin Hasilkan Pembaca Kitab Kuning Andal
nu online
Gubuk reot Kiai Amin Grobogan. 

Sayangnya, fasilitas pesantren masih jauh dari kata layak. Sehari-hari di gubuk reot pun dilakoni dua santri itu.

“Tidak betah juga harus dipaksa betah,” tutur Ahmad Badawi.

Namun begitu, Kiai Amin selalu berpesan kepada para santrinya selama belajar di pesantren.

“Agar bisa cepat membaca kitab kuning, kita harus ingat tiga hal: harus teliti kata perkata; harus bisa menalar susunan kalimat secara logis; dan harus menguasai gramatika (kaidah) secara matang,” pesannya.

Kiai Amin yang kelahiran Keling Kelet Jepara Jawa Tengah pada 7 Desember 1975 ini bercerita, dua kitab Al-Ikhtishor itu mulai ditulis sejak tahun 2005, saat masih menetap di desa kelahirannya.

Saat mulai menyusun kitab ini sebenarnya, tidak semua kaidah gramatika Bahasa Arab dikuasainya dengan baik.

Karenanya, begitu selesai ditulis, segera dibawanya ke gurunya di Mathaliul Falah di Kajen Margoyoso Pati untuk di-tashih.

Berita Rekomendasi

Setelah di-tashih, guru Kiai Amin di Mathaliul Falah berpesan agar tulisan yang sudah dikoreksinya tidak dibuka di tempat. “Jangan dibuka di sini ya, dibuka nanti saja di rumah,” pesannya.

Sesampai di rumah, tulisan itu kemudian dibuka. Dan ternyata, semua disilang memakai bolpoin merah, tanda salah semua.

“Saya buka halaman per halaman, semua berisi silang merah. Saya takut, minder dan menyerah dengan semua kesalahan itu. Dalam benak saya bergumam, saya tidak berani meneruskan tulisan ini,” kenangnya.

“Tapi di halaman akhir tulisan itu, ada tulisan tangan guru saya tadi, man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil,” tambahnya.

Membaca tulisan tangan gurunya, Kiai Amin yang sudah takut, tiba-tiba muncul keberanian untuk meneruskan kembali menulis dan memperbaiki semua kesalahan yang sudah diberi tanda merah oleh gurunya.

“Saya terus berusaha memperbaiki semua kesalahan itu. Dan selang beberapa lama, setelah saya perbaiki, saya tashihkan lagi ke guru saya, dan alhamdulillah lulus, tidak ada coretan,” kenangnya.

Dari pengalaman itu Kiai Amin yakin, bahwa kunci keberhasilan seseorang terletak pada niat dan kemauan kerasnya.

“Jika kita memiliki A dan kemudian mengamalkannya, pasti Allah akan memberikan kemampuan kepada kita untuk mengerti B. Jika kita memiliki B dan kemudian mengamalkannya, pasti Allah akan memberikan kemampuan kepada kita untuk mengerti C, begitu seterusnya,” tambahnya penuh optimis.

Karena itu, Kiai Amin berpesan kepada semua santrinya dan mereka yang ingin bisa membaca kitab kuning agar memiliki niat yang bulat dan belajar dengan semangat.

“Syarat untuk belajar bisa membaca kitab kuning di sini ini cuma dua, yaitu bisa membaca tulisan Arab dan tulisan latin (Indonesia),” pungkasnya. (NUOnline/Kemenag/Muhtadin AR/Fathoni)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas