Pensiunan Pejabat Kediri yang Punya Kelainan Seksual Aneh Mengaku Hanya Mengikuti Bisikan
Ternyata korban Skatologia telepon yang dilakukan Slamet Subagijo (58) bukan saja dari kalangan PNS dan Kepala Desa.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, TRENGGALEK - Ternyata korban Skatologia telepon yang dilakukan Slamet Subagijo (58) bukan saja dari kalangan PNS dan Kepala Desa.
Ada juga korban dari kalangan TNI dan Polri. Penyidik sempat menduga Slamet mempunyai kemampuan hipnotis.
Namun Slamet mengaku tidak punya kemampuan itu. “Saya hanya mengikuti bisikan,” ucap Slamet.
Slamet sebenarnya tidak tahu secara pasti, apakah korbannya menuruti ritual yang diperintahkan atau tidak.
Baginya yang penting korban sudah merespon pesan pendek atau telepon darinya, dan merasa terintimidasi sudah cukup membuatnya terangsang secara seksual.
Mantan Kasi Industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemkot Kediri ini mengaku tidak menduga, ada korban yang menato wajahnya.
“Sebenarnya saya merasa kasihan. Saya tidak menduga ada yang menuruti perintah saya,” ujarnya.
Sebenarnya Slamet tersiksa dengan kondisinya.
Ia ingin hidup nornal seperti kebanyakan orang.
Namun dorongan seksuaL menyimpang yang dialaminya sulit dikendalikan.
Setiap kali dorongan seksual itu muncul, Slamet mulai mencari korban secara acak.
Slamet mengaku bukan penyuka sesama jenis, namun juga tidak punya selera seksual kepada lawan jenis.
“Pokoknya setiap muncul rangsangan seksual disalurkan dengan cara menelepon itu,” katanya.
Aksi ini dimulai sejak tahun 2014, dengan total korban 174 orang.
Mereka berasal dari seluruh wilayah Jawa Timur, mulai dari Ngawi hingga Banyuwangi.
Aksinya terhenti setelah mengaku sebagai Camat Gandusari, dan memerintahkan seorang Kades untuk melakukan ritual.
Kades yang diperintah kemudian bertemu dengan Camat Gandusari secara langsung.
Keduanya melapor ke Polres Trenggalek. Melalui nomor telepon yang digunakan pelaku, Slamet akhirnya ditangkap pada Jumat (6/4/2018).
Slamet dijerat dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena dianggap menyebarkan kabar bohong.