Sayembara BKSDA Berhadiah Rp 10 Juta Untuk Mengungkap Pembunuh Gajah dan Pencuri Gading di Aceh
Alasan penangkapan Bunta tahun 2006 itu, kata Sapto, karena waktu itu masih berlaku kebijakan menangkap gajah yang berkonflik untuk dilatih.
Editor: Hendra Gunawan
Gajah jinak Bunta ditemukan mati pertama kali oleh Saifuddin, selaku petugas CRU.
Sabtu pagi sekitar pukul 08.00 WIb itu, Saifuddin mendatangi lokasi gajah dan berencana untuk memindahkannya, tapi justru Saifuddin, sangat terkejut menemukan Bunta telah mati dengan kondisi mengenaskan.
Bagian pipi sebelah kiri Bunta terdapat luka bekas bacokan, dan gading sebelah kirinya hilang.
Luka menganga yang diduga bekas bacokan itupun diduga sebagai upaya paksa dilakukan pelaku untuk mengambil gading Bunta.
“Gadingnya diambil dengan cara membelah atau merusak pipi gajah tersebut,” jelas Kapolres Aceh Timur, AKBP Wahyu Kuncoro, dalam kronologis tertulis yang diterima Serambinews.com.
Sebelumnya berjumlah empat ekor. Kini gajah jinak di CRU tersebut tersisa tiga ekor lagi, akibat kematian Bunta.
Sejak diresmikan Januari 2016 lalu oleh mantan Gubernur Aceh Zaini Abdullah, BKSDA Aceh menempatkan empat ekor gajah jinak dari PLG Saree, ke CRU Serbajadi tersebut.
Sesuai tugasnya penempatan empat ekor gajah beserta pawangnya ini bertugas untuk meminimalisir konflik gajah liar dengan petani di daerah pedalaman tersebut, dengan cara menggiring gajah liar dari lokasi konflik ke kawasan hutan.(*)