Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Memperkuat Pondasi Ekonomi bagi Budaya Konsumsi Pinang di Papua

Tidak hanya itu, menikmati buah pinang sudah bergeser menjadi suatu bentuk gaya hidup dari masyarakat Papua pada umumnya

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Memperkuat Pondasi Ekonomi bagi Budaya Konsumsi Pinang di Papua
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ilustrasi Buah Pinang - Warga memanen buah pinang di Dusun Gorottai lama di Siberut Utara, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Rabu (29/11/2017) Dusun Gorottai merupakan salah satu pemukiman yang kurang diperhatikan karena jarak tempuh yang jauh dan kini hanya ada 13 Kepala Keluarga di dusun tersebut dan belum ada listrik yang masuk ke pemukiman tersebut. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penanggungjawab Program PPUMKM PTFI, Ronny Yawan mengutarakan, masyarakat Papua memiliki budaya yang begitu kaya dan tradisi yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Salah satu tradisi yang masih melekat di masyarakat Papua adalah mengunyah buah pinang.

Menurut Ronny dalam keterangan persnya, Kamis (13/9/2018), mengunyah pinang merupakan bagian dari tatanan kehidupan sosial sebagai pengikat tali silaturahmi dan menjalin keakraban.

Tidak hanya itu, menikmati buah pinang sudah bergeser menjadi suatu bentuk gaya hidup dari masyarakat Papua pada umumnya.

Kebutuhan akan buah pinang terus meningkat. Bahkan buah pinang memberikan kesempatan ekonomi tersendiri yang bagi sebagian penduduk asli Papua menjadi pondasi perekonomian keluarga.

“Dengan tingginya kebutuhan akan buah pinang, penjual pinang pun bertebaran di Papua. Selama ini para mama-mama penjual pinang menjadi pemandangan yang sangat umum dijumpai di berbagai kota di Papua," kata Ronny yang melakukan pendampingan untuk para mama penjual pinang di Timika.

"Para mama menjajakan pinang dagangannya secara tradisional di berbagai tempat mulai dari di pasar, di emperan toko, di trotoar pusat keramaian hingga di depan pom bensin. Berjualan pinang menjadi tanda geliat ekonomi lokal sekaligus tanda budaya makan pinang yang terus dipertahankan di tanah Papua,” ucapnya.

BERITA REKOMENDASI

Suasana yang sama juga hadir di Timika, ibukota Kabupaten Mimika. Para mama penjual pinang menjajakan paket buah pinang beserta kapur dan batang sirih yang dijual seharga Rp 10.000 per plastik yang biasanya berisi 10 hingga 15 buah.

Umumnya, paket pinang tersebut bagi masyarakat asli Papua habis dalam sekali konsumsi.

Untuk mendorong aktivitas ekonomi sekaligus mendukung pelestarian salah satu budaya Papua, PT Freeport Indonesia bekerjasama dengan beberapa mitra menjalankan Program Pembinaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PPUMKM) dengan nama program Pondok Pinang.

Program ini diluncurkan pada 28 Agustus dengan menggandeng 50 mama penjual buah pinang.

Program Pondok Pinang ini membantu para mama penjual pinang di Timika dengan ilmu-ilmu dasar dasar ekonomi dan pemasaran serta bantuan permodalan.


Selain itu, para mama penjual pinang yang biasanya menggelar dagangannya di lantai dibantu dengan pondok untuk berjualan pinang.

Program ini dilakukan dengan harapan mampu meningkatkan kompetensi dan daya saing yang pada akhirnya mampu meningkatkan pendapatan keluarga dan kontribusi perempuan dalam pembangunan ekonomi.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas