Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ini Pertimbangan Jaksa Cabut Hak Politik Abubakar, Mantan Bupati Bandung Barat

Pencabutan hak-hak tertentu sebagai pidana tambahan sudah diatur dalam ketentuan perundang-undangan

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Ini Pertimbangan Jaksa Cabut Hak Politik Abubakar, Mantan Bupati Bandung Barat
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Terdakwa mantan Bupati Bandung Barat, Abubakar menjalani sidang perdana dalam kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Senin (27/8/2018). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Bupati Bandung Barat Abubakar dengan pidana 8 tahun penjara, denda Rp 400 juta serta uang pengganti Rp 601 juta, dalam sidang tuntutan di ruang 1 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Senin (5/11).

Tidak hanya itu, jaksa juga menuntut hakim untuk mencabut hak untuk memilih dan dipilih Abubakar selama‎ tiga tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap.

Jaksa KPK, Budi Nugraha dalam pertimbangan soal pencabutan hak politik itu menjelaskan, Abubakar yang menerima gratifikasi senilai Rp 1,29 miliar melakukan tindak pidana korupsi gratifikasi saat menjabat sebagai bupati periode 2013-2018 yang dipilih langsung oleh rakyat.

"Bahwa sudah barang tentu masyarakat memiliki harapan besar agar terdakwa secara politis dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga kepercayaan masyarakat Bandung Barat," ujar Budi.

Hanya saja, tujuan itu kata Budi, tercederai dengan perbuatan terdakwa yang menerima uang gratifikasi Rp 1,29 miliar yang diperuntukkan untuk pemenangan istrinya, Elin Marliah yang maju di Pilkada Bandung Barat 2018 bersama Maman Sulaeman Sunjaya.

Baca: Waspadalah, Tiga Cuaca Ekstrem Ini Bisa Terjadi di Jawa Barat

"Namun, perbuatan terdakwa sudah barang tentu mendederai kepercayaan publik yang diberikan kepadanya dan pada saat bersamaan semakin memperbesar public distrust kepada penyelenggara negara. Sehubungan dengan hal itu, terhadap terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti dan pencabutan hak-hak tertentu dalam hal ini pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik," ujar jaksa.

Baca: Ucapkan Terimakasih ke Pelanggan hingga Disindir 'Uang Rakyat', Kaesang Pangarep: Serius Amat Mbak

Berita Rekomendasi

Jaksa menambahkan, pencabutan hak-hak tertentu sebagai pidana tambahan sudah diatur dalam ketentuan perundang-undangan, baik di KUH Pidana dan Undang-undang Pemberantasan Tipikor.

"Kemudian sejalan dengan kesimpulan rapat kerja tehnis gabungan ‎Mahkamah Agung yang digelar pada 21-23 Maret 1985 di Yogyakarta yang menyimpulkan bahwa penjatuhkan pidana yang terlalu ringan tidaklah mendukung politik kriminal di Indonesia. Dengan demikian untuk beberapa pidana perlu dipidana lebih tinggi, dan salah satu tindak pidana yang perlu mendapat perhatian dalam penjatuhan pidananya antara lain tindak pidana korupsi," kata dia. (men)

Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas