Kisah Pemburu Kelabang, Tak Takut Digigit Karena Harganya Menggiurkan
Hanya saja, perburuan itu tidak ia lakukan sepanjang musim. Namun hanya musim penghujan Isyom mencari kelabang.
Editor: Hendra Gunawan
Biasanya Isyom berburu mulai pukul 19.00 WIB hingga pukul 23.30 WIB malam.
Dalam sekali berburu, Ia mengaku dapat mengumpulkan hingga 60 ekor kelabang.
"Paling sedikit 25-30 ekor, kalau lagi banyak bisa mencapai 60 ekor," katanya.
Binatang yang memiliki nama lain Centipede ini, kata Isyom, memiliki harga jual yang cukup tinggi di tingkat pengepul, yakni Rp 3.100 per ekor untuk kelabang berukuran sebesar jari kelingking orang dewasa.
"Per ekor harganya Rp 3.100, lumayan untuk tambahan penghasilan," ungkap Isyom.
Lebih lanjut Isyom mengatakan, dari tangan pengepul, binatang yang memiliki sepasang kaki di setiap ruas dalam tubuhnya itu dijual lagi ke China, katanya untuk bahan ramuan obat.
"Katanya kelabang itu dijual ke China, untuk ramuan obat," katanya.
Menurut Isyom, selama ia berburu kelabang, belum pernah ada yang ditolak.
Yang penting diusahakan binatang itu tak rusak, dalam artian hancur.
Tren harganya juga terus merangkak naik.
Dari pertama memburu tiga tahun lalu sampai hendak menginjak tahun ke empat ini, harganya naik terus.
Ditanya, apakah punya obat penawar kalau sampai disengat ? Isyom mengakui ada dan sangat mudah mengatasinya.
Sengatan kelabang itu tidak seperti bisa ular.
"Paling sakit dan bengkak saja," katanya.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul Begini Kisah Sang Pemburu Lipan dari Lamongan, Ada Sensasi Berburu Lipan Hingga Dijual ke China