Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Wanita Indigo dari Bali, Rara RR Istiati, Dari Pawang Hujan Hingga Dunias Artis

Seorang peramal, RR Istiati Wulandari tinggal di sebuah apartemen di Jalan Ciung Wanara I Nomor 7, Denpasar, Bali.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Kisah Wanita Indigo dari Bali, Rara RR Istiati, Dari Pawang Hujan Hingga Dunias Artis
Nyoman Mahayasa/Tribun Bali
Peramal, RR Istiati Wulandari tinggal di sebuah apartemen di Jalan Ciung Wanara I Nomor 7, Denpasar, Bali. Ditemui di kediamannya, Minggu (31/3/2019) siang, Rara panggilan akrabnya, menceritakan kisah hidupnya hingga menjadi seorang pembaca tarot sekaligus pawang hujan. 

Dan sebelum ayahnya meninggal Rara pun sempat memimpikan sang ayah akan meninggal.

Mimpi itu memang terjadi, walaupun sang ibu sempat mengatakan jika sang ayah baik-baik saja.

Dari sana Rara percaya bahwa dirinya bisa meramal apa yang akan selanjutnya dan bahkan ia meramalkan dirinya jika tetap hidup di Jogja akan susah.

Ia pun bercerita saat umur sembilan tahun sudah mampu menjadi pawang hujan.

Dia mendapatkan pundi rupiah dengan bekerja sebagai pawang hujan di acara-acara pagelaran wayang.

"Umur sembilan tahun saya sudah cari uang sendiri dari acara wayang. Waktu itu saya belum menggunakan menyan untuk menjadi pawang hujan. Saya bilang ke dalangnya kalau saya bisa bantu agar tidak hujan," paparnya.

Dengan melakoni pekerjaan tersebut, ia mendapat uang Rp 5 ribu hingga Rp 10 ribu dan ia merasa sangat senang.

Berita Rekomendasi

Hilang di Sangeh

Rara memutuskan pindah ke Bali, karena ia suka dengan alam Bali dan ingin mendapat guru spiritual di Bali.

"Saya selalu ingin pindah ke Bali, tapi mama tidak mengizinkan. Ini dikarenakan saya pernah hilang waktu berlibur di Sangeh saat SMP dulu," paparnya.

Saat itu ia bersama temannya berlibur ke Sangeh.

Tiba-tiba anting yang dikenakannya ditarik seekor kera, dan ia pun hilang padahal areal Sangeh yang saat itu tak terlalu luas.

Mengetahui Rara sudah hilang, teman-temannya pun mencarinya dan bahkan sempat menelepon sang ibu yang ada di Jogja yang membuat sang ibu panik.

"Waktu itu belum ada telepon genggam seperti sekarang, dan saat itu yang saya lihat hanya monyet. Saya jalan-jalan sama monyet, saya senang sekali karena saya dikasi pisang sama monyetnya,"tuturnya.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas