Berita Terkini Seruan Referendum Aceh, Tak Melanggar MoU Helsinki hingga Tudingan Manuver Politik
Seruan Referendum Aceh oleh Muzakir Manaf alias Mualem hangat diperbincangkan di media sosial mulai mendapat tanggapan dari berbagai pihak
Editor: Suut Amdani
Wacana referendum Aceh yang disampaikan oleh Muzakkir Manaf alias Maulem selaku Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) merupakan rangkaian dari sebuah manuver politik temporer dan hanya sebatas imbas dari sebuah akumulasi politik akibat kontestasi Pilpres antara Prabowo dan Jokowi.
“Sebagai pihak pendukung penuh capres Prabowo Subianto, posisi Mualem mewacanakan referendum Aceh dapat dianggap sebagai sebuah skenario untuk menggiring pecahan konflik di Jakarta ke Aceh dengan isu dan wacana referendum,” kata Ketua GeMPAR Aceh, Auzir Fahlevi SH kepada Serambinews.com, Selasa (28/5/2019).
Auzir menyampaikan pendapat itu menanggapi pernyataan Mualem yang melontarkan wacana referendum untuk memisahkan diri dari Indonesia karena dianggap negara ini sudah diambang kehancuran.
Mualem menginginkan Aceh mengikuti jejak Timor Leste.
Baca: Indonesia, Timor Leste dan ADB Teken MoU Kerja Sama Lintas Batas
Mualem menyampaikan itu saat memperingati Haul Wali Nanggroe, Almarhum Tgk Muhammad Hasan Ditiro ke-9 (3 Juni 2010-3 Juni 2019) sekaligus buka puasa bersama di Amel Convention Hall pada Senin (27/5/2019) malam.
Kegiatan itu diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA-PA) dan Komite Peralihan Aceh (KPA).
Menyikapi pernyataan Mualem tersebut, Auzir kemudian menantang Mualem untuk menyuarakan saja tuntutan kemerdekaan secara langsung.
“Kalau Mualem gentle, kenapa tidak menyuarakan saja tuntutan kemerdekaan secara langsung saja, kenapa harus ada embel-embel referendum?” ujar dia.
Sebagai bekas Panglima GAM, kata Auzir, seharusnya Mualem menyadari bahwa GAM dalam penandatanganan MoU Helsinki dengan Pemerintah RI sudah jelas memberikan pengakuan sekaligus berkomitmen kembali dalam bingkai NKRI atas penyelesaian Konflik Aceh.
Komitmen kedua belah pihak ini tercantum jelas dalam Pembukaan MoU Helsinki yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 silam.
Dia berharap Mualem tidak reaksioner dalam merespon dinamika politik yang terjadi di Jakarta akibat dampak Pilpres.
Baca: Petisi Referendum Papua Dibawa ke PBB, DPR: Kami Sikapi secara Serius
“Jika Mualem jeli, sebenarnya wacana referendum bisa saja dilakukan sebagai move politik untuk menekan pemerintah pusat terhadap berbagai persoalan Aceh yang belum selesai sesuai MoU Helsinki dan UUPA, misalnya soal pembagian bagi hasil Migas 70-30 atau soal Lambang dan Bendera Aceh yang masih terkatung-katung,” ungkapnya.
Ketua GeMPAR Aceh ini meminta Mualem untuk fokus saja pada isu kesejahteraan rakyat Aceh dan hal substantif lainnya yang belum tercapai berdasarkan MoU Helsinki dan UUPA.
“Kalau persoalan Aceh diulur-ulur penyelesaiannya oleh pemerintah Jakarta dan Mualem mengambil sikap politik, jangankan untuk referendum, tuntut merdeka langsung pun kita dukung,” pungkasnya.(*)
(Serambinews.com/Masrizal Bin Zairi/Fikar W Eda/Yocerizal)
Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul GeMPAR Aceh Nilai Wacana Referendum Mualem Sebagai Manuver Politik Temporer, dan Senator Aceh Fachrul Razi: Referendum tak Bertentangan dengan MoU Helsinki