Kasus Predator Anak : Berdalih Alami Ganguan Jiwa, Pihak Keluarga Minta Aris Tak Dihukum Kebiri
Kakak kandung Aris, Sobirin berbicara kepada publik saat dihadrikan dalam program Indonesia Lawyers Club (ILC) Selasa, (27/8/2019).
Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Daryono
Kasus Predator Anak : Berdalih Alami Ganguan Jiwa, Pihak Keluarga Minta Aris Tak Dihukum Kebiri
TRIBUNNEWS.COM - Hukuman kebiri kimia ramai diperbincangkan masyarakjat setelah Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto menjatuhkan vonis hukuman tersebut kepada Muhammad Aris (20).
Keluarga Muhammad Aris menolak hukuman kebiri yang dijatuhkan.
Kakak kandung Aris, Sobirin berbicara kepada publik saat dihadrikan dalam program Indonesia Lawyers Club (ILC) Selasa, (27/8/2019).
"Kalau saya dari pihak keluarga tidak setuju adik saya untuk dikebiri," ujar Sobirin seperti ditayangkan ILC.
Menurutnya, kondisi adiknya tersebut memang mengalami gangguan jiwa sejak kecil.
"Kalau bisa dibilang adik saya ini setengah agak nggak waras".
"Dari kecil memang sudah seperti ini, dia sering berbicara sendiri dan main mobil-mobilan seperti anak kecil," ungkap Sobirin.
Ia menjelaskan, sebelum ditahan, Aris bekerja di bengkel las Desa Sambiroto, Kecamatan Sooko.
Namun demiakian menurut dia, sejak kecil Aris sudah menunjukkan indikasi gangguan kejiwaan.
Dengan dalih kondisi kejiwaan Aris yang tidak normal, Sobirin berharap adiknya itu tidak dihukum kebiri kimia.
Sementara itu, Sobirin mengaku selama Aris ditahan di Lapas Mojokerto, Sobirin tidak pernah menjenguk lantaran tidak tega melihat kondisi Aris.
"Saya tidak menjungku ketika di Lapas, saya nggak bisa melihat dia seperti itu, dan saya tidak bisa mengupayakan apa-apa untuk adik saya" ujar Sobirin.
Baca: Pemerkosa Anak di Mojokerto Dijatuhi Hukuman Kebiri Kimia, Keluarga Berharap Muh Aris di Bawa ke RSJ
Minta Dihukum Mati
Aris yang mendapat hukuman kebiri kimia, mengaku keberatan terhadap putusan hakim tersebut.
Dirinya menolak hukuman tersebut lantaran tak menginginkan efek yang dialami berlaku sampai seumur hidup.
Diapun lebih memilih untuk dihukum mati atau penjara selama dua pulu tahun.
"Saya keberatan dengan hukuman suntik kebiri mati.
"Mending saya dihukum dua puluh tahun penjara atau dihukum mati, setimpal dengan perbuatan saya," ungkapnya ketika ditemui Surya.co.id, di Lembaga Pemasyarakatan Mojokerto Senin siang (26/8/2019).
Saat diwawancara Aris terlihat lemah, meski vonis sudah dijatuhkan, Aris bersikeras tidak mau dihukum suntik kebiri.
"Tetap saya tolak. Saya tidak mau. Kalau disuruh tanda tangan saya tidak mau tanda tangan," ucapnya.
Baca: Hukuman kebiri kimia pertama untuk pemerkosa anak di Indonesia belum bisa diterapkan
Ajukan PK
Diberitakan Kompas.com, Aris melalui kuasa hukumnya meminta hukuman kebiri kimia terhadap dirinya dibatalkan.
Handoyo selaku kuasa hukum Aris, berencana untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) agar dapat membatalkan putusan hukuman kebiri kimia.
Menurut Handoyo, PK adalah upaya hukum satu-satunya mengingat vonis sudah inkrah di tingkat Pengadilan Tinggi Surabaya.
"Peraturan pemerintah yang mengatur soal pelaksanaan teknis kebiri kimia itu belum ada sehingga hukuman tambahan tersebut harusnya tidak dapat diberikan kepada klien saya," katanya saat dikonfirmasi, Selasa (27/8/2019).
Menurutnya, peraturan pemerintah tentang hukum kebiri kimia sampai saat ini belum ada di Indonesia, karena itu, tidak mungkin hukuman itu diterapkan.
"Hukum tidak berlaku surut. Karena itu, kami minta hukuman tidak diterapkan," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Aris ditangkap pihak kepolisan pada Oktober 2018 setelah dilaporkan orangtua bocah yang menjadi korban perbuatannya.
Aksi keji yang Aris kepada bocah yang masih TK tersebut dilakukan selepas Ia pulang kerja.
Aris yang bertemu korban yang sedang bermain sendirian di depan rumah kemudian menarik paksa korban ke rumah kosong tak jauh dari rumah korban.
Setelah mendapat laporan dari orangtua korban, Polisi yang menemukan petunjuk dari rekaman CCTV di gang rumah korban kemudian dengan mudah penangkap pelaku yang berasal dari Dusun Mengelo, Desa/Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto.
(Tribunnews.com/tio)