Tukang Ojek di Wamena Berpenghasilan Rp 400 Ribu per Hari, Trauma dan Ingin Kembali Jadi Nelayan
Komandan Skadron 32 Letkol Pnb Suryo Anggoro mengatakan masih ada ribuan pengungsi yang berada di Wamena
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Surya Malang Aminatus Sofya
TRIBUNNEWS.COM, MALANG - Tangis Siati (43) pecah kala tiba di Lanud Abdulrahman Saleh, Kabupaten Malang.
Perempuan asli Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo itu adalah salah satu pengungsi dari Wamena, Papua.
Di Wamena, Siati bekerja sebagai juru masak di perusahaan emas.
Dia berangkat ke Wamena bersama sang suami sejak tahun 2000,
“Suami saya meninggal tahun 2010. Saya kembali ke Probolinggo tapi kembali lagi Wamena,” tutur Siati (2/10/2019).
Tanggal 27 September saat kerusuhan di Wamena terjadi, Siati berada di kantor tempatnya bekerja.
Dia sedang memasak sayur asam dan menggoreng ikan untuk makanan para buruh pabrik.
Baca: Gunakan Pesawat Hercules, TNI Evakuasi 7000 Pengungsi Wamena ke Jayapura
“Tiba-tiba ada suara rusuh. Rumah dibakar, kantor dan semuanya ikut dibakar,” katanya.
Siati mengatakan situasi saat itu mencekam.
Kerusuhan timbul di berbagai pelosok Wamena dan terjadi pembakaran di banyak tempat. Termasuk rumah yang ditinggalinya.
“Saya tidak pulang ke rumah. Saya tidur di kantor. Tidak ada harta benda tersisa,” katanya.
Tiga hari sebelum terbang dari Wamena ke Malang, Siati diselamatkan oleh orang Wamena dari amuk massa.
Kala itu, Siati baru saja pulang dari pasar dan bertemu segerombolan orang.