Setelah 23 Tahun Berkiprah di Belgia, Seniman Bali Agus Wardana Kini Pilih Balik Kampung
Selama 23 tahun, I Made Agus Wardana (48) atau yang akrab dipanggil Bli Ciaaattt menetap di Belgia.
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR- Selama 23 tahun, I Made Agus Wardana (48) atau yang akrab dipanggil Bli Ciaaattt menetap di Belgia.
Ia yang merupakan seniman asal Banjar Pegok, Sesetan, Denpasar ini kini memutuskan untuk menetap di tanah kelahirannya kembali.
Seperti pepatah, sejauh-jauhnya pergi meninggalkan kampung halaman, pada suatu saat pasti akan pulang jua.
Ia memutuskan berkarir di luar Bali sejak tahun 1998 silam dan bekerja di KBRI , sebagai staf lokal di Belgia.
Awalnya saat berada di Belgia, dirinya tak lepas dari tugas ISI Denpasar waktu itu yang dikirim untuk mengajar dan memperkenalkan kesenian Bali di sekolah musik Belgia.
“Namun dalam perjalanannya saya dua tahun ke sana, saya pun memilih menetap di sana," kata Bli Ciaatt didampingi sang istri, Ni Wayan Yuadiani, di Rumah Budaya Penggak Men Mersi, Selasa (8/9/2019) siang.
Baca: Undang Budayawan hingga Seniman, Jokowi Bahas Karhutla, Papua hingga RKUHP
Ia menceritakan, saat ini ada sebanyak 300 KK keluarga Bali baik asli Bali maupun bule yang sudah meyakini Hindu Bali di Eropa.
“Mereka memiliki ikatan kuat berkat budaya Bali dan Hindu hadir di tengah-tengah mereka , ada yang tinggal di Belanda, Jerman, Inggris, Swiss dan daratan Eropa lainya, kalau ada kegiatan persembahyangan di Pura Agung Santi Bhuana, Belgia, kami bertemu dan akrab seperti di Bali," tuturnya.
Kebetulan dirinya di KBRI membidangi pengembangan seni budaya sehingga mengajak semeton Bali di sana untuk ikut mengembangkan seni budaya sekaligus memperkenalkan budaya Bali kepada orang Eropa.
Baca: Alat Seduh Kopi Manual Rancangan Seniman Bantul Ini Memikat Pecinta Kopi, Ini Keunggulannya
Namun awalnya sangat susah, karena masuk Pura Agung Santi Bhuana terletak di dalam taman wisata sehingga harus membayar tiket jika ingin masuk.
Dengan menggunakan model pendekatan budaya agar pura yang berada di kawasan tersebut menjadi destinasi wisata menarik dan hidup maka harus ada atraksi seni.
Untuk itu, ia bersama beberapa rekannya membuat Festival Ogoh-ogoh dengan mengundang warga Bali di Eropa, untuk merayakan Nyepi.
“Ogoh-ogohnya khusus didatangkan dari Bali dan hasilnya luar biasa, respon masyarakat Belgia sangat bagus, dari sana kami pun dipercaya selain menampilkan budaya, ada keistimewaan bagi Umat Hindu untuk sembahyang di Pura Santhi Bhuana, seperti Hari Raya Galungan, Kuningan Saraswati, full setahun agenda Umat Hindu terisi di Pura itu tanpa dipungut karcis, sebelumnya kalau masuk ke sana harus bayar karcis," katanya.Selanjutnya, ia melakukan pengembangan seni budaya dengan membentuk sanggar seni Bali dengan nama Sanggar Saling Asah.
Sanggar ini beranggotakan warga Bali di Eropa dan warga setempat
Sanggar ini rutin keliling membina untuk kegiatan belajar megambel, menari dan workshop di sejumlah negara di Eropa.
“Mungkin saja karena saya begitu getol memberi materi melatih kesenian Bali dianggap mampu menumbuhkan rasa Bali, hubungan saya dengan orang Bali di sana mampu mengembalikan kultur budaya kita mesti jauh dari tanah kelahiran," kenangnya.
Ia menambahkan, “Saya ajarkan sedikit demi sedikit mengenal budaya sambil sembahyang di pura , akhirnya mereka banyak yang merasa rindu menjalankan kultur Bali, mereka penuh kesadaran kalau ke pura sangat bersemangat dan bangga, dengan waktu yang singkat, ada yang membawa makanan masing-masing, kita makan megibung, luar biasa, hingga kita membentuk Banjar di Eropa," terangnya.
“Orang bule di sana pun banyak yang tertarik masuk Hindu melalui proses sudiwidani. Ya, kita terima saja, itu yang terjadi, keeratan menyama braya sangat dirasakan," tuturnya.
Setelah 23 tahun menetap di luar Bali dan kini dibutuhkan oleh keluarganya yang ada di Bali, ia pun memutuskan untuk pulang kampung.
Ia pulang ke Bali tahun 2018 lalu.
“Saya merasa sudah cukup berada di luar negeri. Selain alasan keluarga, orangtua sudah tiada, akhirnya saya memilih pulang ke Bali, 2018 lalu."
"Saya mengajak istri dan anak-anak ke Bali. Anak-anak lahir di Belgia, tentu awalnya tidak mudah beradaptasi, dan astungkara sekarang sudah bisa menyesuaikan dengan kehidupan di Bali," katanya.
Walaupun menetap di Bali, kini ia masih tetap berkesenian.
Dirinya mengembangkan seni genggong yang merupakan kesenian asli Sesetan.
Selain itu, dirinya juga menggarap seni gambut atau gambelan mulut dengan aplikasi Looper. (*)
Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul 23 Tahun Berkesenian di Belgia, Seniman Bali Agus Wardana Kini Pilih Menetap di Bali, https://bali.tribunnews.com/2019/10/08/23-tahun-berkesenian-di-belgia-seniman-bali-agus-wardana-kini-pilih-menetap-di-bali?page=all.