Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Anak Kuli Angkut Raih IPK 3,94 dari Unsoed, Keterbatasan Ekonomi Bukan Kendala

Dan perjuangannya selama empat tahun menyelesaikan kuliah, Selasa (10/12/2019), terbayar lunas dengan menjalani prosesi wisuda

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Cerita Anak Kuli Angkut Raih IPK 3,94 dari Unsoed, Keterbatasan Ekonomi Bukan Kendala
Kompas.com/Fadlan Mukhtar Zain
Indri Suwarti mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah, peraih IPK 3,94 

TRIBUNNEWS.COM, PURWOKERTO - Meski terkendala ekonomi, Indri Suwarti (22) mampu mengenyam pendidikan sampai ke bangku kuliah.

Berbekal tekad yang kuat dan dukungan dari gurunya di SMK, Indri akhirnya berhasil masuk Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Jenderal Soedirman ( Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah melalui jalur Bidikmisi.

Baca: Nadiem Makarim Jelaskan 2 Program yang Bakal Gantikan Ujian Nasional

Dan perjuangannya selama empat tahun menyelesaikan kuliah, Selasa (10/12/2019), terbayar lunas dengan menjalani prosesi wisuda.

Indri meraih predikat cumlaude dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,94.

Indri, warga Desa Pejogol, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah ini mengaku, selama kuliah harus prihatin.

Uang saku dari oran tuanya yang hanya Rp 10.000 per hari hanya cukup untuk biaya transportasi.

Berita Rekomendasi

"Uang tersebut saya pakai buat beli bensin, sehingga saat di kampus saya jarang sekali jajan, karena uangnya sudah habis. Yang penting bisa buat beli bensin daripada buat jajan," tutur Indri, Selasa.

Untuk memenuhi kebutuhan lain, Indri rela kerja part time.

Berbekal pengalaman ketika duduk di bangku SMK Negeri 3 Purwokerto Jurusan Perhotelan, Indri bekerja di sebuah hotel sebagai waiters dan housekeeping pada akhir pekan.

"Kalau Sabtu dan Minggu atau hari libur saya kerja di hotel. Dulu waktu awal bayarannya Rp 40.000 per hari, terakhir kemarin sudah Rp 75.000 per hari. Kerjanya kadang sampai malam hari," kata Indri.

Indri mengaku harus melakukan pekerjaan itu untuk meringankan beban orangtua.

Ayahnya, Natun, hanya bekerja sebagai kuli bongkar muat truk pembawa pasir atau batu sedangkan ibunya, Toinah alias Sutarni menderita sakit epilepsi.

"Sehari penghasilannya Rp 60.000, sekarang malah jarang berangkat, karena truknya sering rusak, kadang pulang malam justru memperbaiki truk. Kalau musim hujan juga sungai banjir, jadi enggak berangkat," ujar Indri.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas