Zona Emosi Buat Anak Nyaman di Sekolah
Kegiatan mengenal emosi lewat zona emosi ini sepertinya tampak sederhana, namun ternyata dapat menciptakan ekosistem lingkungan positif di sekolah
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Zona emosi adalah zona yang memfasilitasi anak untuk mengenal emosinya sendiri. Anak-anak didorong untuk mengidentifikasi apa yang dia rasakan seperti marah, sedih, senang, kecewa.
Semua emosi dasar tersebut kemudian diekspresikan lewat emoji yang dibuat sesuai kreativitas masing-masing kelas.
Kegiatan mengenal emosi lewat zona emosi ini sepertinya tampak sederhana, namun ternyata dapat menciptakan ekosistem lingkungan positif di sekolah.
Salah satu sekolah yang sudah membuktikannya adalah SD Muhammadiyah Mantaran, Sleman.
“Mengenal emosi adalah salah satu dari komponen penting yang harus dimiliki sebelum akhirnya dapat menguasai kemampuan yang lebih kompleks,” jelas Muhammad Nur Rizal, penggagas GSM dalam keterangan, Selasa (7/1/2020).
Dikatakannya, penyediaan ruang semacam ini juga akan memungkinkan anak untuk tidak hanya mengolah pikiran, tetapi juga perasaan.
"Tidak hanya cerdas secara pikiran, namun cerdas dalam emosi dan sosial,” katanya.
Baca: Guru SD Cabuli 12 Siswanya, Berawal dari Masuk Tenda saat Kemah hingga Ajari Reproduksi di UKS
Baca: Beberapa Desa di Tiga Kecamatan di Sleman Diterjang Angin Kencang dan Hujan Es
Baca: Diduga Terlibat Teroris, Warga Berbah Sleman Ditangkap Densus 88 Saat Beli Pulsa
Megah, itulah kesan pertama yang tersirat begitu memasuki gerbang utama SD Muhammadiyah Mantaran.
Megah dalam hal ini bukan berarti lengkap dengan fasilitas, namun cerah dan ceria. Hampir setiap sudutnya dihiasi oleh warna-warni cat yang terang dan hidup.
Dan yang pasti tak akan terlupakan yaitu raut wajah bahagia anak-anak ketika mereka tiba di sekolah.
Kemegahan dan kegembiraan SD Muhammadiyah Mantaran ini bukan hasil sulap akan tetapi melalui proses transformasi yang panjang dan tidak mudah.
Pertengahan 2017, sekolah swasta ini sempat kesulitan mencari murid baru karena tidak ada yang tertarik mendaftar.
Jumlah murid baru yang datang selalu menurun setiap tahunnya hingga kuota nyaris tidak terpenuhi.
Untung saja, para guru tidak patah semangat dan terus berjuang untuk mengubah sekolahnya agar bisa kembali diminati calon siswa. Perubahan dimulai saat Nuri, Kepala Sekolah SD Muhammadiyah Mantaran dipertemukan dengan Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.