Kepala Sekolah Terjerat Rentenir Gara-gara Dana BOS Telat Cair
Kegetiran itu ternyata juga dialami oleh beberapa sekolah daerah terpencil di Kabupaten Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan (Sumsel).
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, MUARATARA -- Dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) setiap awal tahun sering terlambat cair hingga lima bulan bahkan lebih.
Fakta itu diungkapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Makarim di Jakarta belum lama ini.
Akibat dari keterlambatan dana BOS, kepala sekolah harus pontang panting mencari dana talangan demi kelangsungan belajar mengajar dan operasional sekolah.
Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, banyak kepala sekolah yang rela menggadaikan harta bendanya hingga meminjam uang.
Kegetiran itu ternyata juga dialami oleh beberapa sekolah daerah terpencil di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan (Sumsel).
Sementara itu, ada juga cerita dari salah seorang Kepala SD Negeri di Kabupaten Muratara yang mengaku sampai meminjam 'uang panas' kepada rentenir.
Baca: Demi Bayar Kencan, Gay Tersangka Pencabulan Anak di Tulungagung Utang Sampai Utang ke Rentenir
Baca: Meski Hidup Pas-pasan, Hasan Rela Utang ke Rentenir Hanya Untuk Biaya Berkencan Dengan Brondong
Hal itu terpaksa dilakukan untuk menalangi dana demi kelangsungan belajar mengajar dan operasional sekolah akibat keterlambatan dana BOS.
"Kalau pas ada uang saya talangin pakai uang saya dulu, tapi kalau tidak punya uang lagi saya pinjam uang panas, minjam sama rentenir gitu," kata Kepala SD yang meminta namanya tidak ditulis, MInggu (16/2/2020).
Meminjam uang kepada rentenir atau tengkulak tentu ada bunga yang harus dibayar setiap bulannya sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
"Mau minjam di bank tidak ada jaminan, minjam sama guru-guru tidak punya, sama keluarga atau wali murid juga tidak punya, jadi terpaksa minjam uang panas," ungkapnya.
Kepala SD ini mengaku pernah meminjam uang kepada rentenir hingga mencapai Rp 10 juta dengan bunga yang harus dibayar setiap bulan sekitar 3%.
"Saya pinjam kadang sampai 10 juta, ya karena kebutuhannya banyak, untuk administrasi, ATK, transportasi keperluan sekolah dan lain-lain," ujarnya.
Namun untuk gaji para tenaga guru honorer katanya masih bisa diberikan pengertian bahwa akan dibayar setelah dana BOS cair.
"Kalau untuk guru honorer kita kasih pengertian, gajiannya pas dana cair, mereka juga paham, tapi kalau untuk administrasi itu penting, jadi terpaksa minjam uang," kata dia.
Seperti yang dialami Ali Gunawan, Kepala SMA Negeri Muara Kulam di Kecamatan Ulu Rawas, Kabupaten Muratara, Sumsel.
Ali Gunawan mengungkapkan, ia terpaksa mengutang uang keluarganya untuk menalangi biaya operasional sekolah akibat keterlambatan dana BOS.
"Ngutang sana ngutang sini, minjam sama keluarga yang ada uang lebih, nanti pas dana BOS cair baru dikembalikan," katanya, Jumat (13/2/2020).
Meminjam uang itu tak bisa dielak kata Ali, karena kegiatan di sekolahnya terutama di awal tahun cukup banyak sedangkan dana BOS belum cair.
Misalnya dari Januari hingga Juni mendatang, siswa akan mengikuti beberapa kegiatan perlombaan di tingkat kabupaten.
Seperti Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N), Kompetisi Sains Nasional (KSN), dan Kompetisi Olahraga Siswa Nasional (KOSN).
Semua itu membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk mobilisasi keberangkatan siswa yang akan mengikuti kegiatan tersebut.
"Dari sekolah kami ini ke Rupit (ibukota) tiga jam, bukan cuma untuk kegiatan siswa saja, saya juga mau mengurus ini dan itu butuh transport," katanya.
Belum lagi untuk keperluan operasional sekolah, seperti kebutuhan alat tulis kantor (ATK) untuk belajar mengajar sehari-hari.
"Kalau ATK, tempat kami beli dia paham, jadi bisa ngutang, cuma itulah kalau ngutang harganya berbeda, ngutang lebih mahal," ujarnya.
Selain ngutang lanjut Ali, ia juga terpaksa menjual perhiasan istrinya untuk menalangi biaya operasional dan kegiatan sekolah.
"Iya, emas istri saya sampai terjual untuk nalangin, mau gimana lagi, tidak punya dana, sementara kegiatan sekolah harus tetap berjalan," ceritanya.
Kendati kondisi keuangan sekolahnya dalam keadaan sulit, namun Ali Gunawan mengaku tak pernah meminjam atau memungut dana dari orangtua siswa.
Ali tidak mau membebankan bahkan tidak pernah menceritakan tentang kesulitan keuangan sekolahnya kepada orangtua siswa.
"Mereka tidak perlu tahu, cukup kami saja yang tahu. Saya minjam uangnya sama keluarga, itupun alasannya bukan untuk sekolah, tapi keperluan pribadi, padahal untuk sekolah," ungkapnya.
Sejauh ini, Ali mengaku bagaimanapun kesulitan keuangan sekolahnya, proses akademis tetap berjalan normal.
"Yah, walaupun sulit, tapi kegiatan sekolah tetap terlaksana, itu tadi, berbagai macam cara kami lakukan agar operasional sekolah tidak terganggu," katanya.
Kepala SMA Negeri Bingin Teluk, Kecamatan Rawas Ilir, Darmadi juga mengeluhkan keterlambatan pencairan dana BOS tersebut.
"Kalau terganggu yah terganggu, cuma tidak terlalu berdampak, terlambat satu dua bulan biasa, masih bisa diatasi," ujarnya.
Darmadi mengatakan, sekolah yang dipimpinnya tidak sampai mengutang dana ke sana kemari untuk mencari talangan akibat dana BOS terlambat.
Pihaknya berupaya memaksimal manajemen keuangan sekolah karena sudah mengetahui bahwa keterlambatan dana BOS sering terjadi setiap awal tahun.
"Terkadang juga ditutupi oleh bendahara, tapi tidak banyak, saya juga kalau ada uang bisa pakai uang saya dulu," katanya.
Namun tak bisa dipungkiri, Darmadi mengaku di tahun-tahun sebelumnya pernah terpaksa mengutang di toko untuk keperluan operasional sekolah.
"Di awal tahun kita perlu ATK, guru-guru butuh spidol, tinta spidol, absensi, dan lain-lain, jadi kasbon dulu di toko," katanya.
Tahun ini, pihaknya sudah mengutang di warung yang menjual bahan bakar minyak (BBM) untuk keperluan mesin rumput, mesin pompa air dan juga mesin listrik.
"Minyak untuk mesin sedot air sumur sehari-hari, kemudian listrik juga sering mati kita butuh minyak untuk menghidupkan mesin, itu masih ngutang semua," katanya.
Selain itu, pihaknya memerlukan biaya untuk transportasi kegiatan siswa yang akan mengikuti Olimpiade Sains Nasional (OSN) tingkat kabupaten pada 18 Februari 2020.
"Nah itu kan butuh biaya, jadi ditalang dulu oleh bendahara. Begitupun saya mau ada urusan ke Palembang, pakai uang pribadi saya dulu," katanya.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Muratara, Sukamto juga mengaku prihatin dengan keterlambatan pencairan dana BOS dari pemerintah pusat.
Menurut dia, keterlambadan dana BOS tersebut berdampak pada banyak hal karena kebutuhan sekolah di setiap awal tahun cukup banyak.
Kebutuhan yang paling mendesak dan harus dipenuhi sekolah di awal tahun biasanya ATK dan transportasi keperluan sekolah.
Sukamto mengakui, akibat terlambatnya dana BOS itu pihak sekolah baik tingkat SD dan SMP di Kabupaten Muratara terpaksa mengutang di toko.
"Memang banyak kepala sekolah yang mengutang di toko, dan akan dibayar setelah dana BOS cair," katanya.
Ia menyebutkan, demi kelangsungan belajar mengajar dan operasional sekolah, biasanya juga kebutuhan itu ditalang oleh kepala sekolah.
Menyikapi permasalahan ini, pihaknya akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat dalam hal ini Bupati dan Wakil Bupati Muratara.
"Sebenarnya semuanya bisa diatasi oleh kepala sekolah masing-masing, sejauh ini kami belum menerima laporan kalau ada sekolah yang betul-betul kesulitan," katanya. (*)
Artikel ini telah tayang di sripoku.com dengan judul Dana BOS Telat Cair, Kepsek di Muratara Terpaksa Pinjam 'Uang Panas' Rentenir,