Belum Ada Tersangka Baru Kasus Pencabulan yang Libatkan Relawan P2TP2A Lampung Timur
Saat ini polisi masih mendalami saksi-saksi lain dan berkomitmen kalau terbukti ada TPPO akan diungkap
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Lampung Hanif Mustafa
TRIBUNNEWS.COM, BANDAR LAMPUNG - Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad mengatakan, saat ini berkas perkara DA sudah dilakukan pelimpahan tahap I.
"Berkas perkara masih dalam pemeriksaan. Kalau cukup ya P-21 (lengkap), penyerahan tahap dua. Jadi sekarang masih menunggu," tutur Pandra di ruang kerjanya, Senin (20/7/2020).
Namun, Polda Lampung akan mendalami saksi lain dalam perkara dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam perkara pencabulan yang menjerat DA, oknum relawan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur.
Disinggung adanya tersangka baru dalam perkara ini, Pandra menampiknya.
"Saat ini masih mendalami saksi-saksi lain. Polda berkomitmen kalau terbukti ada TPPO, akan kami ungkap. Dan saya sampaikan, sampai saat ini belum ada tersangka baru. Kalaupun ada, kami berikan informasi," serunya.
Ditanya soal saksi korban NV yang dimanfaatkan DA untuk memeras sejumlah pihak, Pandra mengaku, pihaknya juga masih mengembangkan.
Baca: Polda Lampung Tetapkan Petugas P2TP2A Lampung Timur Jadi Tersangka Kasus Pemerkosaan
"Seperti yang saya sampaikan, NV ini adalah anak di bawah umur, sehingga kami melakukan pendekatan terlebih dahuku karena stabilitas mental masih terguncang. Jadi kami tekankan hubungan kasualitas," sebutnya.
"Kami perlu pendalaman, dan saat ini yang bersangkutan di Rumah Aman Provinsi Lampung, agar (keterangan TPPO) bisa keluar dari hati NV sendiri. Tapi prinsipnya kami akan ungkap semuanya. Apalagi menambah tersangka baru," tandasnya.
Terancam Hukuman Mati
DA, oknum relawan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur, bakal terancam hukuman berlapis hingga hukuman mati.
Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad menjelaskan, sesuai UU No 23 Tahun 2014 dan UU No 17 Tahun 2016, DA terancam hukuman maksimal 15 tahun.
"Namun karena yang bersangkutan adalah seorang wali atau orang yang diberi kepercayaan, maka ada hukuman penambahan sepertiga dari ancaman," tegasnya, Senin (13/7/2020).
Tak hanya itu, kata Pandra, DA bakal dihukum denda sebesar Rp 5 miliar.