Kisah Tegang Pengamat saat Gunung Merapi 'Ngamuk': Ada yang Sempat Memotret sebelum Melompat Kabur
Gunung Merapi menyimpan banyak cerita bagi masyarakat, pengunjung maupun para penjaga pos pengamatannya.
Editor: Miftah
“Kita semua tidak tahu apa yang akan terjadi. Tahu akan meletus iya, tapi mau meletusnya seperti apa, ini yang tidak bisa diketahui persis,” kata Triyono.
Sepekan sebelum meletus dahsyat, Triyono ditugaskan ke puncak Merapi bersama 6 petugas lain. Selama di puncak, Triyono merasakan apa yang juga dialami oleh rekan-rekannya.
Getaran dan dentuman dari dalam perut gunung kerap terdengar. Ia melihat rekahan-rekahan lebar di dinding kawah. Menyaksikan semburan gas berwarna biru di sejumlah titik rekahan.
Kubah lava 2006 yang menggunung di kawah puncak, mulai berguguran ke pelataran Kawah Mati dan sisi-sisi lain di sekitarnya. Puncak Garuda masih terlihat menjulang, belum tergoyahkan.
Suhu terasa lebih panas. Sesekali Triyono mendengar blazzer, atau hembusan kuat gas dari dalam gunung.
Baca juga: Prosedur Pendakian Gunung Andong Magelang, Pendaki Wajib Bawa Surat Keterangan Sehat
Baca juga: Jadah Tempe Mbah Carik, Kuliner Legendaris Khas Lereng Gunung Merapi yang Tak Boleh Dilewatkan
Merem saat Lihat Awan Panas di Ngepos
Kisah seru berikutnya diceritakan Ahmad Sopari, petugas pengamatan Merapi di PGM Jrakah. Suatu hari di akhir Oktober 2010, Sopari sudah tak ingat lagi, ia berdiri di puncak menara pandang Pos Ngepos.
Di sebelahnya ada dua orang anggota Polri dan TNI. Ia sudah lupa namanya, tapi berasal dari Polsek dan Koramil Srumbung.
Gulungan awan panas bergumpal-gumpal menakutkan turun dari puncak Merapi, menyusuri alur Kali Lamat dan Kali Senowo mengarah ke Babadan.
Sopari menyambar radio komunikasi, berteriak-teriak meminta petugas di Pos Babadan bersiap mundur. Sejurus kemudian, wajahnya menegang.
Gulungan awan panas itu berbelok, malah mengarah ke Ngepos. Sopari langsung meminta polisi dan tentara di dekatnya turun, segera membantu warga sekitar agar mengamankan diri.
Kedua polisi dan tentara itu melesat turun dari menara pandang, hilang dari pandangan Sopari. “Saya berdoa sebisa saya, sempat merem (memejamkan mata). Tiba-tiba gulungan awan panas itu tertiup angin kuat dari arah barat. Alhamdulillah,” kata Sopari.
Ahmad Sopari terbilang cukup senior sebagai pengamat. Ia yang dilahirkan di Bandung, 15 Juni 1967, lalu bekerja di Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung.
Sejak 2002 ia ditugaskan sebagai tenaga pengamat gunung api Merapi di PGM Kaliurang . Ia tidak memiliki latar belakang bidang kegunungapian, Sopari ditempa pengalaman lapangan.
Letusan besar 2006 ditandai ambrolnya “geger boyo”, memberinya banyak pengalaman di garis depan. Sedangkan sebelum letusan 2010, Sopari masuk tim tujuh yang dikirim ke puncak.
Tim khusus yang dibentuk Kepala BPPTK Yogyakarta, waktu itu Drs Subandriyo MSi, untuk sampling gas, ukur suhu, dan memeriksa secara langsung situasi kawah Merapi.
(Tribun Jogja/Krisna Sumargo)