Kondisi Terkini Aktivitas Tiga Gunung Berapi di Indonesia, Ile Lewotolok, Gunung Semeru dan Merapi
Warga di sekitar Gunung Ile Lewotolok Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur sudah mengungsi untuk mengantisipasi hal yang tak diinginkan terjadi.
Penulis: Dewi Agustina
Gunung Merapi
Dibandingkan dengan Gunung Ile Lewotolok dan Gunung Semeru, aktivitas Gunung Merapi sudah lebih dulu mengalami peningkatan.
Gunung Merapi mengalami peningkatan deformasi atau pemekaran tubuh akibat desakan magma dari dalam sejak ditetapkan berstatus siaga pada 5 November 2020 lalu.
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) melaporkan laju harian deformasi Gunung Merapi selama beberapa hari terakhir sebesar 11 cm/hari.
Sementara, sejak Juni 2020 hingga saat ini, Gunung Merapi telah mengalami pemekaran puncak sekitar 4 meter.
"Sampai saat ini dari Juni 2020 sudah terjadi pemekaran puncak sebesar sekitar 4 meter. Data pemantauan menunjukkan migrasi magma dari dalam sudah semakin dekat menuju permukaan. Namun demikian jika nanti terjadi erupsi tidak serta-merta menimbulkan bahaya bagi penduduk," ujar Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG, Agus Budi Santoso dalam Siaran Informasi BPPTKG, Sabtu (28/11/2020).
Ia melanjutkan, ancaman bahaya untuk erupsi efusif ditentukan dari perkembangan kubah lava. Sehingga saat ini pihaknya masih perlu mengikuti perkembangan kubah lava yang nanti terbentuk.
Adapun dari hasil pengamatan BPPTKG pada aktivitas Gunung Merapi Jumat (27/11/2020) pukul 00.00-24.00 WIB, terdengar suara guguran 6 kali dari Pos Pemantauan Gunung Merapi (PGM) Babadan dengan intensitas lemah hingga keras.
Pada periode tersebut, terjadi gempa guguran 39 kali, gempa hembusan 77 kali, gempa hybrid/fase banyak 410 kali, dan gempa vulkanik dangkal 37 kali.
Baca juga: BNPB Minta Antisipasi Fenomena La Nina dalam Mitigasi Erupsi Gunung Merapi
"Kegempaan ini dalam kondisi yang tinggi sejak ditetapkan status siaga pada 5 November lalu. Pada grafik bisa kita lihat bersama bahwa seismisitas Gunung Merapi yaitu gempa vulkanik dangkal dan gempa hybrid/fase banyak melampaui krisis 2006, namun masih lebih rendah dari krisis 2010," kata dia.
Agus menambahkan, pihaknya berpesan kepada masyarakat untuk tetap tenang dan bersabar menghadapi aktivitas Gunung Merapi ini.
"Kita berikan waktu kepada Gunung Merapi untuk berekspresi karena selama ini sudah memberi manfaat yang sangat besar untuk kita. Mudah-mudahan semua mendapat lindungan dari Allah SWT," tandasnya.
Terlihat Rekahan di Kawah
"Pada akhir-akhir ini terjadi pembentukan crack atau rekahan di kawah atau kubah lava paska 2010 dan 2018. Kemudian juga menunjukkan aktivitas guguran yang intensif," tutur Agus saat menerangkan hasil analisis foto satelit terbaru.
Agus menambahkan, perkembangan rekahan dan aktivitas guguran menunjukkan bahwa magma sudah sangat dekat di permukaan, sehingga kita menunggu kapan magma ini membentuk kubah di permukaan.
Metode lain yang dapat diterapkan untuk data satelit citra radar adalah Interferometric Synthetic-Aperture Radar (InSAR).
Metode ini memberikan gambaran deformasi secara 3 dimensi dari perubahan fase gelombang radar yang dipancarkan ke obyek dan kembali ke satelit. Prinsip kerjanya mirip seperti metode Electronic Distance Measurements (EDM), namun dengan jumlah sinar yang jauh lebih banyak.
Kekurangan dari metode InSAR adalah resolusi yang tidak terlalu tinggi sehingga agak sulit untuk mendapatkan resolusi orde sentimeter pada deformasi di gunung api. Berbeda dengan metode EDM yang bisa mencapai orde milimeter meskipun hanya diukur dari 1 titik.
"Metode InSAR ini berguna jika ada suplai magma yang besar, sehingga orde deformasinya mampu terekam oleh satelit," jelas Agus. (Pos Kupang/Tribunjogja/Surya)