Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Salah Satu Penyebab Banjir di Barabai, Dipicu Pembalakan Liar

"Mereka menebang pohon tanpa peduli mengenai akibatnya, ditambah lagi curah hujan yang ekstrim seperti kemarin akan semakin memperparah kondisi

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Salah Satu Penyebab Banjir di Barabai, Dipicu Pembalakan Liar
banjarmasinpost.co.id/Eka Pertiwi
Banjir Pajukungan 

Dilansir dari Banjarmasin Post, fakta adanya penabangan kayu di hutan pegunungan Meratus di Kecamatan Hantakan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalsel yang merambah wilayah hutan lindung, menurut masyarakat setempat benar adanya.

Pada 19 Desember 2020, warga Pantai Mangkiling dan Bayuana, anak Desa Datar Ajab melakukan semacam inspeksi mendadak (sidak).

Warga pun memergoki ulah para penebang, sedang memotong pohon-pohon besar menggunakan mesin chainsaw.

Sahran, salah satu warga yang memantau hutan di wilayah Pantai Mangkiling mengatakan, melihat langsung bersama 12 warga lainnya aksi penebangan kayu berusia puluhan bahkan mungkin ratusan tahun itu ditebangi.

“Saat kami pergoki, mereka ketakutan karena menebang di hutan lindung di wilayah kami,”kata Sahran kepada banjarmasinpost.co.id, Selasa (2/3/2021).  

Perlu Dikaji Ulang Tata Ruang 

Sebelumnya, Pakar Hidrogeologi dan Sumberdaya Air Dr Sci Rachmat Fajar Lubis mengatakan, dahulu Kalimantan dibangun dengan konsep tata ruang bebas banjir namun dengan kondisi pertumbuhan saat ini, konsep tersebut tidaklah berlaku lagi.

Berita Rekomendasi

"Seiring pertumbuhan pembangunan dan masyarakat di wilayah ini menghasilkan perubahan konsep tata ruang," kata Dr Sci Rachmat Fajar Lubis dalam keterangannya.

Kondisi ini ditambah lagi dengan perubahan iklim yang memunculkan event-event cuaca ekstrim seperti perubahan intensitas hujan yang terjadi belakangan ini, membuat konsep bebas banjir ini harus dikaji ulang.

Sebagai provinsi yang disebut-sebut memiliki sejarah banjir sejak 1823, Kalimantan Selatan memiliki keunikan secara geologi.

Salah satu wilayah yang menjadi prioritas kajian ini adalah kota Barabai, yang berada di Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Kota ini secara geografis terbagi dalam tiga kawasan rawa, dataran rendah, dan wilayah pegunungan Meratus. 

Hingga secara alami kawasan ini memiliki siklus tata air (hidrologi) yang sangat rentan akan perubahan tata ruang yang secara langsung dapat merubah neraca keseimbangan air (water balance) yang ada.

“Ini bukan saja terhadap sistem tata air tetapi juga sistem lainnya.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas