Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Pengamen Puisi Asal Solo, Gunakan Kata-kata untuk Mencari Rezeki, Pernah Dibayar Rp 3 Juta

Cerita unik seorang pengamen datang dari pria bernama Petrus Adi Utomo. Petrus memiliki cara tersendiri untuk mendapatkan uang.

Editor: Endra Kurniawan
zoom-in Cerita Pengamen Puisi  Asal Solo, Gunakan Kata-kata untuk Mencari Rezeki, Pernah Dibayar Rp 3 Juta
TRIBUNJOGJA/MIFTAHUL HUDA
Pengamen puisi di Pantai Parangtritis seusai membacakan puisi untuk pengunjung, Sabtu (20/3/2021) 

"Berapa pun imbalannya akan saya terima. Uang sedikit pasti akan habis, uang banyak juga pasti akan habis," kelakarnya, membuka obrolan sore itu.

Sekitar 30 menit reporter Tribun Jogja mencoba menggali lebih dalam pribadi Petrus Adi Utomo yang rupanya ia juga aktif dibeberapa gereja di Kota Semarang, Sumatera dan wilayah lainnya.

Baca juga: Kisah Aprilia Manganang 28 Tahun Menjadi Perempuan dan Sekarang Lelaki Sejati, Momen Terindah Saya

Melihat aksi penyair asal Solo ini mengingatkan pada salah satu tokoh Pria Berselendang dalam buku Multatuli karangan Eduard Douwes Dekker yang juga gemar menulis syair, serta kehidupannya pun selalu bersembunyi dari ingar bingar kota.

"Silakan saja, saya dari Solo. Hidup saya 30 persen di kota, 30 persen di pantai atau ke gunung, 30 persen lainnya untuk keluarga, dan 10 persen saya aktif di gereja," kata dia

Ia mengatakan, sejak usia 10 tahun Petrus mulai gemar membaca puisi.

Di usianya saat itu, dirinya juga sudah menulis beberapa puisi.

"Sejak umur 10 tahun saya sudah senang membaca puisi. Saya juga sempat menulis puisi anak waktu itu," kata Petrus.

Berita Rekomendasi

Ia melanjutkan, semakin sering ia mengabdi ke beberapa gereja, keinginan Petrus untuk menghasilkan karya puisi kian menggebu.

Menurutnya, gereja menjadi basic hidupnya selama ini.

Dari beberapa kegiatannya di gereja itulah Petrus tidak khwatir meski pekerjaannya kini hanya sebagai pelukis sketsa dan pengamen puisi.

"Saya senang di gereja karena itulah basic hidup saya. Apa pun tanpa adanya sentuhan rohani hati kita akan kering. Kita tidak bisa mendorong orang lain jadi baik tanpa rohani kita yang baik," lanjut Petrus.

Baca juga: Kisah Kakek 102 Tahun yang Tinggal di Kuburan untuk Menebus Dosa, Ingin Ibadah Lebih Meningkat

Selain di pantai Parangtritis, ia juga sering ngamen puisi di Gunung Lawu.

Petrus mencoba menghibur para pendaki saat beristirahat di Cemoro Sewu.

"Asal ada orang duduk itu menjadi tempat saya mencari makan. Ya ini pekerjaan yang gak ada saingan, karena orang gak ada yang mau kayak gini," kata dia.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas