Kepala Sekolah di Bali Kompak Menolak Kenaikan Pajak Pendidikan
Rencana pemerintah mengenakan pajak ke sekolah menuai keberatan bagi para kepala sekolah di Bali.
Editor: cecep burdansyah
Ia menyebutkan, seharusnya pemerintah memperhatikan pendapat para stakeholder di bidang pendidikan sebelum mewacanakan hal tersebut.
“Kalau saya pribadi, tolong dikaji dulu. Mengapa demikian? Karena kita memperhatikan stakeholder yang ada setuju atau tidak,” ucap dia, Jumat.
Pihaknya juga berharap pemerintah pusat mampu mencari formulasi yang lebih bijak dalam meningkatkan dan mengoptimalisasikan pemasukan negara.
“Tapi kalau itu untuk pemasukan negara, dalam situasi sekarang perlu jadi pemikiran. Kalau ke depannya, kalau bisa jangan lah,” akunya.
Seperti diketahui, dalam Pasal 4A draf perubahan UU KUP pemerintah merencanakan menghapus jasa pendidikan dari daftar objek non-jasa kena pajak (JKP).
Sebab sebelumnya, mengacu UU No 49 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sekolah dikecualikan dari daftar objek PPN.
Sejalan dengan itu, pemerintah juga akan menaikkan tarif PPN menjadi 12% dari yang saat ini berlaku sebesar 10%. Namun, di saat bersamaan pemerintah juga akan mengatur kebijakan PPN multi tarif.
Pertama, tarif sebesar 5% untuk jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat berpenghasilan menengah-bawah.
Kedua, tarif sebesar 25% bagi jasa tergolong mewah. Setali tiga uang, nantinya untuk sekolah yang tergolong mahal bakal dibanderol PPN dengan tarif normal yakni 12%.
Sedangkan sekolah negeri misalnya dikenakan tarif 5%.
Untuk rincian tarif PPN sekolah atau jasa pendidikan berdasarkan jenisnya akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah (PP) bila beleid perubahan UU KUP itu disahkan.
Terpisah, Kepala SMPN 1 Kuta, Wayan Tur Adnyana mengaku belum mengetahui terkait pengenaan pajak tersebut.
Pihaknya enggan berkomentar lebih banyak terkait dengan hal itu.
"Saya belum tahu terkait pengenaan pajak nike pak," ujarnya.