Psikolog Soroti Rendahnya Hukuman 5 Tahun Bui bagi Orang Tua Lukai Mata Anak Demi Pesugihan
Psikolog forensik soroti rendahnya hukuman 5 tahun penjara bagi orang tua yang lukai mata anaknya demi pesugihan.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel ikut buka suara menanggapi ramainya kasus orang tua yang melukai mata anak kandungnya berusia 6 tahun demi pesugihan di Tinggimoncong, Gowa, Makassar, Sulawesi Selatan.
Meski sangat menyayangkan terjadinya kasus tersebut, tetapi Reza menyebut kemurkaannya tidak terwakili secara hukum.
Sebab, menurut Undang-Undang Perlindungan Anak, ancaman hukuman kepada pelaku hanya berkisar lima tahun penjara.
Baca juga: UPDATE Orang Tua Lukai Mata Anaknya demi Pesugihan, Terancam Hukuman 5 Tahun Penjara
"Ketika orang tua mencungkil mata anaknya, betapa pun itu mengakibatkan trauma jangka panjang bahkan mungkin sepanjang hayat pada si anak, tapi hukuman bagi pelakunya hanya penjara maksimal lima tahun. Tanpa pemberatan pula."
"Jadi, walau saya sedih sekaligus marah luar biasa pada para pelaku pencungkilan mata itu, namun kemurkaan saya tidak sungguh-sungguh terwakili oleh hukum (UU Perlindungan Anak) yang ada saat ini."
"Keinginan saya agar para pelaku kekerasan fisik dan psikis yang mengakibatkan luka ekstrim pada anak dihukum seberat-beratnya, ternyata hanya dipuaskan oleh penjara antara 3,5 hingga 5 tahun," ungkap Reza kepada Tribunnews.com, Senin (9/6/2021).
Reza pun mencoba menyoroti ancaman hukuman lain dengan menggunakan pidana eksploitasi anak atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Meski didapat ancaman hukuman 10 tahun penjara, namun Reza menyebut hukuman tersebut tidak sebanding dengan penderitaan korban.
"Karena pesugihan dilakukan lewat 'pemanfaatan fisik' anak untuk tujuan ekonomi, maka definisi 'eksploitasi secara ekonomi' dalam UU Perlindungan Anak sudah terpenuhi. Ancaman pidananya paling lama 10 tahun penjara."
"UU Penghapusan KDRT juga memuat sanksi pidana yang sama, yakni penjara maksimal 10 tahun, bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga."
"Pidana eksploitasi memang lebih berat daripada pidana kekerasan terhadap anak (UU Perlindungan Anak). Juga setara dengan pidana kekerasan dalam UU Penghapusan KDRT. Tapi terus terang, itu tetap belum sebanding dengan penderitaan anak korban pesugihan itu," jelasnya.
Lantaran hukuman pidana kurang maksimal, Reza berharap masyarakat dapat menemukan hukum adat yang memungkinkan untuk mengganjar para pelaku.
"Semoga masyarakat menemukan hukum adat yang memungkinkan pelaku penyiksaan anak diganjar sanksi jauh lebih berat lagi."
"Sepanjang sanksi adat dinilai lebih setimpal dengan perbuatan pelaku dan lebih mewakili suasana batin masyarakat, maka terapkan saja," tegasnya.