Jangan Sampai Bali Melarat Lagi pada 2022
Meskipun sudah dibuka, Bali masih sepi dari wisatawan mancanagara.Apa penyebabnya? Karantina tiga hari jadi biangkeroknya. Simak wawancara ASITA.
Editor: cecep burdansyah
Lalu masalah karantina selama tiga hari berada dalam hotel, ini sangat menyiksa wisatawan yang berlibur ke Bali. Mengapa tidak berkaca dengan Phuket, Sunbok, misalnya. Di sana tidak ada karantina, tetapi mereka stay di hotel hari pertama sambil menunggu hasil PCR keluar.
Kalau negatif, mereka akan langsung bisa bebas ke mana saja. Karena kan kepulauan, jadi hampir sama dengan Bali. Jadi solusinya adalah karantina ditiadakan.
Kalaupun iya ya sambil menunggu PCR atau karantina di Bali. Jadi Pulau Bali sebagai tempat karantina. Terakhir, 3x24 jam waktu karantina. Bisa dirasakan misalnya stay satu hari satu malam di kamar tidak ke mana-mana. Bosan kan?
Ketiga, terkait direct flight. Tidak ada pesawat penerbangan internasional dari Eropa utamanya datang direct ke Bali. Tidak mungkin. Pasti akan melalui transit.
Juga tidak mungkin ada orang yang bepergian itu dari original country-nya atau warga negaranya saja. Pasti ada warga negara-negara lain yang ada di pesawat tersebut untuk berlibur ke Bali.
Tetapi aturannya harus country origin dan harus dari negara yang sudah diizinkan. Nah ini menjadi kesulitan buat airline untuk terbang ke Bali.
Oleh karena itu kami mengusulkan agar aturan ini dipermudah. Kalau memang mereka harus terbang dari Eropa mereka bisa singgah di salah satu negara sebagai hub. Ini kan akhirnya airline itu bisa mengambil penumpang di negara lain, termasuk di 19 negara itu.
Kami berharap agar country yang masuk dalam listing yang bisa datang ke Bali lebih dari itu, di Australia, New Zealand kan mereka bersiap untuk itu. Hal-hal inilah yang menyebabkan wisatawan sampai saat ini belum datang di Bali.
Oleh karena itu kami mohon kepada instansi terkait, baik pemerintah pusat, daerah, kementerian terkait agar mengkaji peraturan ini sehingga benar-benar bisa terealisasi.
Jangan sampai Bali dibuka akhirnya hanya sekedar wacana. Sekarang beberapa negara Asean seperti Vietnam, Kamboja, Singapore, Malaysia buka dan semua tanpa karantina.
Apakah kekhawatiran negara-negara tersebut tidak ada terhadap kesehatan? Pasti ada, tetapi harus berimbang. Selain kesehatan, ada faktor ekonomi yang harus diperhatikan.
Kalau kita berbicara ada gelombang kedua dan ketiga, kalau saya dengarkan pemaparan dari Dubes RI di Bangkok kemarin saat FGD, terutama untuk tiket Sunbok-Bali sangat melebihi dari kondisi-kondisi yang disebutkan.
Contoh misalnya seperti positive rate. Di Phuket itu 900 orang setiap hari yang baru, tetapi tetap jalan. Kemudian herd immunity 70 persen dan Bali sudah 80 lebih. Vaksinasi dosis kedua Bali sudah hampir 100 persen. Artinya, sudah siap sekali kita.
Kemudian kalau kita berbicara industrinya CHSE-nya hotel dan restoran sudah ribuan. DTW juga sudah ratusan. Dari segi kesiapan kami sangat-sangat siap. Pertanyaannya kenapa masih tetap tidak bisa dibuka? Berarti ada sesuatu yang kurang tepat di kebijakan tersebut.