Kementerian PPPA Sesalkan Tindakan Orang Tua Aniaya Anak Disabilitas hingga Meninggal di Sumsel
Kasus ini diharapkan dapat diselesaikan tuntas untuk menegakkan keadilan hukum bagi korban.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyesalkan tindakan orang tua yang menganiaya anak disabilitasnya hingga meninggal dunia di Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar, Senin (29/11/2021) mengatakan kasus ini diharapkan dapat diselesaikan tuntas untuk menegakkan keadilan hukum bagi korban.
Ia juga menyinggung pemerintah daerah memberikan perhatian bagi anak disabilitas untuk mencegah anak mengalami kekerasan dari lingkungannya.
Hal ini sebagaimana Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Anak.
“Pemerintah Daerah seyogyanya memberikan pendampingan bagi keluarga dengan anak penyandang disabilitas dalam memberikan pengasuhan terbaik dan rehabilitasi berkelanjutan,” kata Nahar dalam keterangannya.
Baca juga: Korban Kasus Dugaan Perzinahan di Condet Disebut Alami Disabilitas, Polisi akan Libatkan Ahli
Nahar mengatakan PP Nomor 78 Tahun 2021 pada pasal 69 mengamanatkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memberikan perlindungan khusus bagi anak penyandang disabilitas.
Hal ini dilakukan melalui upaya perlakuan secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak Anak, pemenuhan kebutuhan khusus, perlakuan yang sama dengan Anak lainnya untuk mencapai integrasi sosial sepenuh mungkin dan pengembangan individu, serta pendampingan sosial.
Nahar mengatakan penganiayaan yang dilakukan orang tua terhadap korban yang menderita autis seharusnya dapat dicegah.
Autisme adalah gangguan perkembangan yang kompleks yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada otak, sehingga mengakibatkan gangguan pada perkembangan komunikasi, perilaku, kemampuan sosialisasi, sensoris, dan belajar.
Karena itu, upaya pencegahan, pengawasan dan perlindungan hingga pola asuh keluarga menjadi sangat penting dipahami oleh semua pihak.
Anak yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama.
Dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak, sehingga memerlukan penanganan khusus dalam pola asuh hingga pemenuhan haknya.
Nahar mengatakan menilik kronologis perkara kedua pelaku dapat dikenakan pasal berlapis, yaitu Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT.