Cita Rasa Manis Kuliner Jawa dan Sejarah Kejayaan Industri Gula di Solo
Rasa manis pada masakan Jawa itu tidak lepas dari sejarah Jawa termasuk di Solo, yang pernah menjadi produsen gula terbesar di masa kolonial
Penulis: Daryono
Editor: Garudea Prabawati
Untuk minuman, Dinda menyebut minuman limun dan sirup sebagai minuman yang dipengaruhi oleh budaya Belanda.
Limun dan sirup juga menjadi sajian yang disuguhkan Keraton Surakarta saat menjamu Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tahun 1900 awal.
Selain limun dan sirup, ada pula pudding yang disebut agar-agar oleh orang Jawa.
“Pudding di sini mungkin bisa pudding asli buatan Eropa, tapi bisa juga seperti agar-agar yang dibikin orang Jawa. Saya juga tidak tahu pasti karena saya hanya dapat arsip kartu menunya. Menunya itu ada pudding, es krim. Minumnya air sirup, limun,” ungkapnya.
Masa Kejayaan Industri Gula di Surakarta
Jawa termasuk Surakarta memang pernah menjadi sentra gula bagi dunia.
Jejak itu masih nampak hingga kini.
Di antaranya ada Pabrik Gula Tasikmadu dan Pabrik Gula Colomadu di Karanganyar.
PG Tasikmadu masih beroperasi di bawah PTPN IX, sementara PG Colomadu sudah berubah fungsi menjadi destinasi wisata.
Masa keemasan Jawa sebagai produsen gula dipicu diberlakukannya sistem tanam paksa oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 1830.
Pada masa itu, sekitar 20 persen lahan penduduk wajib ditanami tanaman perkebunan salah satunya tebu.
Hindia Belanda memandang tebu sebagai salah satu komoditas potensial di pasar dunia.
Sistem yang diberlakukan hingga tahun 1870 ini terbukti membawa keuntungan besar bagi Hindia Belanda hingga bisa menutup kekurangan kas Hindia Belanda.
Baca juga: Pura Mangkunegaran Solo Mulai Dibuka, Ibu Hamil, Anak-anak dan Lansia Dilarang Berkunjung
Pascatanam paksa, Belanda membuka politik pintu terbuka yang membuat masuknya pengusaha swasta Barat ke Jawa.