Cita Rasa Manis Kuliner Jawa dan Sejarah Kejayaan Industri Gula di Solo
Rasa manis pada masakan Jawa itu tidak lepas dari sejarah Jawa termasuk di Solo, yang pernah menjadi produsen gula terbesar di masa kolonial
Penulis: Daryono
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM – Sudah menjadi rahasia umum, cita rasa masakan Jawa, terutama Solo di Jawa Tengah tidak lepas dari rasa manis.
Sebut saja gudeg, selat, tahu kupat hingga sate kambing bumbu kecap.
Cita rasa manis itu juga tercermin pada budaya minum teh di Solo yang popular dengan ungkapan legi, panas, kentel (ginastel).
Artinya manis, panas dan kental.
Rasa manis pada masakan Jawa itu tidak lepas dari sejarah Jawa termasuk di Solo, yang pernah menjadi produsen gula terbesar di masa kolonial.
Produksi gula saat itu merupakan masa kejayaan.
Baca juga: 8 Mitos dan Fakta tentang Penyakit Diabetes yang Perlu Diketahui, Mulai Obesitas hingga Asupan Gula
Selain dipengaruhi produksi gula, kuliner Solo juga dipengaruhi oleh budaya Belanda dan Eropa.
Wulandari Kusmadyaningrum (55), pemilik Warung Selat Solo Mbak Lies mengatakan rasa selat Solo memang manis namun ada rasa gurih dan asam.
Rasa manis berasal dari kuah kecap dan kaldu daging, sedangkan rasa asamnya bersumber dari mayonaise.
“Selat itu rasanya manis ke gurih. Cara makannya itu kan diaduk jadi satu. Jadi rasanya lebih ke asam manis,” katanya saat berbincang dengan Tribunnews.com di warungnya di Serengan, Solo, Sabtu (11/12/2021).
Diterangkan Mbak Lies, sapaan akrab Wulandari Kusmadyaningrum, selat terdiri dari 12 bahan.
Di antaranya ada kentang, mentimun, wortel, buncis, telur, bawang merah, daun selada dan keripik kentang (criping).
Untuk variasinya daging sapinya ada galantin, bestik dan lidah.
Selat merupakan masakan Jawa yang meniru masakan Eropa yakni Salad.