Insentif Bendesa Adat dan Perbekel Naik Jadi Rp 2,5 Juta, Kelian Banjar Juga Ingin Mendapat Jatah
Dengan beban kerja seperti itu, diharapkan insentif dari Pemrov Bali ini, juga bisa sampai ke para kelian banjar adat.
Editor: cecep burdansyah
TRIBUNNEWS.COM, SEMARAPURA - Pemerintah Provinsi Bali membuat kebijakan dengan memberi insentif kepada perbekel dan bendesa adat se-Bali.
Khususnya bendesa adat, mendapatkan insentif Rp 2,5 juta per bulan. Diharapkan ke depan insentif tersebut bisa dirasakan hingga ke kelian banjar.
Bendesa Madya Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Klungkung, Dewa Made Tirta menjelaskan, selama ini beban tugas dari kelian banjar juga cukup besar.
Selain mengurus administrasi, seorang kelian adat juga mengurus urusan adat hingga mengatur krama (warga) di desa.
"Kewajiban klian banjar yang secara langsung bersentuhan dengan krama banjarnya memiliki tugas yang luar biasa bebannya. Jika tugas itu tidak diimbangi dengan penghargaan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sudah barang tentu tidak bisa melaksanakan tugas dengan semestinya. Karena harus lebih fokus mencari kerja untuk memenuhi kebutuhannya," kata Dewa Tirta.
Dengan beban kerja seperti itu, diharapkan insentif dari Pemrov Bali ini, juga bisa sampai ke para kelian banjar adat.
Hal serupa diungkapkan anggota DPRD Provinsi Bali dapil Kabupaten Klungkung I Ketut Juliarta.
Dia sangat menghargai kebijakan Pemprov Bali untuk memberikan insentif ke para bendesa. Hanya saja ke depan diharapakan insentif juga dirasakan para kelian banjar.
"Setelah saya turun reses ke banjar-banjar yang ada di Klungkung, ada masukan dari krama banjar untuk lebih memperhatikan karena tugasnya sangat berat. Datang paling awal dan pulang paling akhir. Padahal menjadi ujung tombak pelayanan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat," kata anggota dewan asal Desa Gunaksa, Klungkung tersebut.
Pihaknya pun berharap agar kelian banjar di seluruh Bali bisa mendapatkan perhatian yang sama dengan bendesa dan perbekel.
Apalagi sebagai klian banjar, tidak ada ikatan dinas sehingga penghasilan untuk sehari-hari harus dicari dengan bekerja di luar tugas dan fungsinya sebagai kelian banjar.
I Nengah Arianta, salah seorang kelihan banjar di Klungkung menjelaskan, pada hakikatnya konsep kelian banjar adalah ngayah.
Seorang kelian banjar juga menjadi ujung tombak untuk melestarikan agama, adat, dan budaya.
"Di tengah gempuran zaman modernisasi, banyak tantangan dalam upaya melestarikan agama, adat dan budaya. Hal ini perlu disadari semua pihak," tegasnya.
Terpisah, Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Bangli, I Ketut Kayana mendukung upaya Pemprov Bali menaikkan insentif kepada bendesa adat se-Bali.
Menurut Kayana, upaya yang dilakukan Pemprov merupakan salah satu bentuk perhatian.
Kayana saat dihubungi Senin (10/1) menjelaskan, program pembangunan yang terkait dengan desa adat dari waktu ke waktu di bawah kepemimpinan Gubernur Bali I Wayan Koster, setelah keluarnya Perda No 4 tahun 2019, memang betul-betul program pemerintah yang terkait dengan keberadaan adat sangat padat sekali.
Sehingga bendesa-bendesa adat, prajuru adat, dan seluruh krama adat, memang beban kerjanya semakin meningkat.
"Terkait dengan hal itu, karena yang mengeksekusi adalah bendesa adat dengan jajarannya. Wajar saja untuk menunjang aktivitas itu, ada insentif dari pemerintah. Dan insentif itu, kalau kita cari cukupnya, kan belum cukup. Tapi tyang rasa sudah ada niat baik bentuk penghargaan dari pemerintah kepada bendesa adat yang ada di Bali dan di Bangli khususnya," ucap dia.
Kayana sangat mendukung dengan adanya kebijakan menaikkan insentif para bendesa menjadi Rp 2,5 juta. Ini merupakan peningkatan setelah sebelumnya, insentif bendesa hanya Rp 1,5 juta per bulan.
"Itu sejak zaman Pak Koster. Sebelum itu memang ada insentif, tapi dari APBD II. Itu besarannya Rp 500 ribu," ucap mantan Bendesa Adat Sala itu.
Tak hanya insentif bagi bendesa, Kayana mengatakan, pada tahun ini pertama kalinya perbekel di Bali juga mendapat insentif Rp 1,5 juta.
"Beliau-beliau ini kan sudah punya gaji sesuai aturannya. Tapi sekarang diberikan insentif. Sebelum-sebelumnya tidak pernah diberikan yang klasifikasinya insentif," ujarnya.
Kayana juga mendukung terkait pemberian insentif pada para perbekel. Sebab menurutnya, tugas-tugas ataupun aktivitas di desa adat erat kaitannya dengan desa dinas. Sehingga wajar saja jika perbekel juga mendapatkan insentif.
Seiring dengan adanya peningkatan insentif kepada para bendesa serta pemberian insentif pada perbekel, pihaknya berharap, baik bendesa maupun perbekel agar bisa melakukan pengabdian atau ayah-ayahannya lebih maksimal. Kendati pun jumlah yang didapatkan tergolong relatif.
"Kami mengimbau kepada seluruh bendesa dan perbekel agar menerima insentif yang sudah diberikan. Kan kita perlu bersyukur sudah ada (insentif) ketimbang tidak ada. Mudah-mudahan di tahun-tahun berikutnya kemampuan keuangan daerah meningkat, sehingga insentif bisa ditingkatkan kembali," kata dia.
Sementara saat disinggung usulan pemberian insentif kepada para Kelihan Banjar, mantan Kadisdukcapil Bangli itu menilai para Kelihan Banjar juga perlu mendapat insentif.
Mengingat program kerja dari bendesa dilakukan secara kolaborasi dengan para Kelihan Banjar Adat yang ada di lingkungan desa adat itu.
Hanya saja tetap harus melihat dari kemampuan keuangan si pemberi insentif, dalam hal ini pemerintah provinsi.
Kayana menambahkan, saat ini Kelihan Banjar Adat khususnya di Bangli mendapatkan insentif dari APBD II.
Menurutnya, kemungkinan ide pemberian insentif ini karena Bendesa sudah mendapat insentif dari Pemprov.
"Mungkin itu dasar pertimbangannya dulu. Kalau nominalnya tidak besar. Kemungkinan sekitar Rp. 250 ribu per bulan. Harapan kami para Kelihan Banjar juga bisa mendapatkan insentif dari Pemprov," tandasnya. (mit/mer)
Baca juga: Diguyur Hujan Deras, Beberapa Desa di Bali Diterjang Longsor, Ternak, Tempat Ibadah Terseret