Guru Besar IPDN: Memperpanjang Masa Jabatan Kepala Daerah Pilihan Lebih Demokratis dan Aman
Guru Besar IPDN Djohermansyah Djohan berpendapat, memperpanjang masa jabatan kepala daerah sebagai pilihan yang lebih demokratis dan aman.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Prof Djohermansyah Djohan, pendiri Institute Otonomi Daerah (i-OTDA) yang juga Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) mengatakan, pengangkatan Penjabat (PJ) kepala daerah,(Gubernur,Walikota, Bupati) dari pejabat struktural ASN setingkat eselon 1 untuk propinsi atau eselon 2 untuk kabupaten/kota, lumrah dilakukan dalam praktek pemerintahan selama ini.
Hal itu terutama bila terjadi kekosongan akibat kepala daerah yang bersangkutan berhalangan tetap (meninggal /sakit permanen) atau berhalangan sementara karena cuti kampanye.
“Cuti sementara biasanya, dua bulan, tiga atau empat bulan, hanya dalam bilangan bulan saja. Dengan demikian PJ itu hanya menjadi caretaker pengisi kekosongan jabatan yang ditinggalkan sementara,” papar Prof Djohermansyah Djohan, saat memberikan paparan di acara webinar tentang Mencermati Akibat Wacana Pengkatan ASN (Aparatur Sipil Negara) terhadap Kekosongan Kepala Daerah (KDH) 2022-2024 yang diselenggarakan Institute Otonomi Daerah (i-OTDA), Kamis (10/2/2022).
Dia menjelaskan, munculnya caretaker dalam pemerintahan berfungsi sebagai penjaga agar tugas tugas pemerintahan sehari hari tidak berhenti, gara-gara tidak ada pemimpin.
No vacuum of power adalah azas yang menjadi landasannya, dimana tidak boleh ada kekosongan satu detikpun kekuasaaan pemerintahan.
Namun untuk saat ini ada situasi yang tidak lazim, dimana akan ada pengangkatan penjabat kepala daerah dari ASN dengan waktu yang cukup lama.
Soal berapa lama, dia mengatakan, bisa satu tahun, dua tahun bahkan hampir tiga tahun. Kondisi ini yang sangat mengkhawatirkan karena ada peristiwa politik kedepan di 2024 terkait pemilu legaislatif, pilpres dan pilkada serentak nasional.
Tantangan Kekosongan
Dia mengatakan, ada tantangan kekosongan kepala daerah pada tahun 2022-2023 akibat digelarnya pilkada serentak nasional pada November 2024 di 541 daerah otonom (34 provinsi, 93 kota, dan 415 kabupaten) sesuai UU pilkada No.10/2016 berbeda sekali dengan praktik selama ini.
Pertama, jangka waktu kekosongan ini sangat lama. Bagi kepala daerah yang berakhir masa jabatannya bulan Mei 2022 bisa dua setengah tahun lebih.
Apalagi bila jadwal pilkada serentaknya ditunda ke Februari 2025 sesuai permintaan KPU, waktunya bisa tembus tiga tahun. Artinya, lebih dari separuh masa jabatan daerah itu bakal dipimpin oleh Pj kepala daerah dari ASN.
Kedua, jumlah daerah yang mengalami kekosongan kepala daerah juga besar. Pada tahun 2022 sebanyak 102 (8 gubernur, 76 bupati, 18 walikota). Sedangkan pada tahun 2023 dan 2024 mencapai 170 (17 gubernur, 115 bupati, dan 38 wali kota).
Total jumlahnya 272 daerah atau lebih dari separuh jumlah daerah otonom kita.
Bila dihitung dari jumlah penduduk di dua puluh lima provinsi yang gubernur-nya kosong, angkanya tidak kurang dari 243.992.959 juta jiwa atau sekitar sembilan puluh persen dari jumlah penduduk Indonesia.