Keluhan Sopir Truk ODOL, Selalu Jadi Korban Oknum Polisi: "Mengapa yang Ditindas Selalu Sopir Saja!"
"Pengusaha dan sopir ini kan mitra.Tapi mengapa yang selalu ditindas itu sopir saja. Para pengusaha juga harus diberikan sanksi supaya tidak menekan."
Editor: cecep burdansyah
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan akan menerapkan kebijakan bebas over dimension and overload (ODOL).
Meski ada tanggapan pro dan kontra, kebijakan bebas ODOL akan tetap diberlakukan mulai Januari 2023.
Bahkan ribuan sopir di Jateng menggelar demo dan memarkirkan truk-truknya di pinggir jalan raya beberapa waktu lalu, sebagai bentuk protes dan menolak rencana aturan tersebut.
Tribunjateng.com melakukan penelusuran seluk beluk ODOL dengan narasumber dari berbagai pihak antara lain asosiasi sopir truk, pengusaha, ekspedisi, Apindo, Organda, Dinas Perhubungan, UPPKB Jembatan Timbang.
Dan pakar transportasi yang mencermati aturan zero ODOL serta memberikan solusi untuk kepentingan bersama.
Beberapa hari lalu, sejumlah pengemudi truk yang tergabung dalam beberapa organisasi, sempat menggeruduk kantor Dinas Perhubungan Jawa Tengah.
Tuntutan yang mereka sampaikan satu di antaranya, ingin aturan mengeani zero ODOL dibahas bersama para sopir, sehingga ada solusinya.
Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Independen, Suroso, mengatakan selama ini sopir truk selalu menjadi korban dari oknum kepolisian maupun oknum Dinas Perhubungan.
Padahal, pengusaha juga berperan dalam hal truk ODOL.
"Pengusaha dan sopir ini kan mitra. Tapi mengapa yang selalu ditindas itu sopir saja. Para pengusaha juga harus diberikan sanksi supaya tidak menekan kami untuk membawa barang muatan berlebihan," jelasnya.
Pengujian KIR juga sebaiknya dilakukan secara baik dan benar. Karena izin jalan yang dikeluarkan oleh pemerintah, juga berasal dari hasil uji KIR yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan setempat.
"Kalau uji KIR-nya tidak lolos ya jangan dilolos-loloskan terus terima pungli. Kalau memang ODOL ya harus diberi sanksi. Setidaknya tidak diberi izin untuk jalan," tambah Suroso.
Harga Sembako Naik
Suroso memprediksi apabila aturan Zero ODOL ini diterapkan, maka akan membuat harga bahan kebutuhan pokok naik. Sehingga membuat roda ekonomi masyarakat menengah ke bawah semakin sulit.
"Sopir pun juga keberatan. Mohon aturan ini ditinjau ulang. Apalagi dalam kondisi pandemi seperti ini, bisa makan sehari tiga kali saja sudah bersyukur. Saya dengar juga akan ada denda yang cukup tinggi. Jangan begitu, lebih baik kita duduk bersama cari solusinya," ungkapnya.
Suroso juga menuntut Organda untuk berperan aktif dalam memperjuangkan batas bawah ongkos kirim. Sebab merekalah yang memiliki kewenangan untuk mengatur tarif yang sedemikian rupa.
"Saya kalau sebulan hanya berangkat dua kali, cuma dapat Rp 400 ribu. Apakah itu cukup untuk memenuhi kebutuhan anak istri dan kebutuhan lainnya. Sopir truk itu pelaku penggerak roda ekonomi melalui jalur darat. Maka sudah semestinya juga diperhatikan," pungkas Suroso.
Panduan Tarif
Wakil Ketua DPD Organda Jateng, Deddy Sudiadi, mengatakan menolak aturan tersebut namun turut memberikan solusi.
Solusi yang disampaikan Deddy yakni, ketika terjadi kecelakaan, yang harus mendapatkan sanksi yakni pengusaha atau pemilik barang, principal, penyedia armada, dan sopir.
Namun itu hanya berlaku untuk muatan satu jenis barang.
"Kalau barangnya heterogen, yang bisa disalahkan adalah pengusaha armada dan sopir. Terkadang para sopir ini mengangkut barang sebanyak-banyaknya, supaya dapat untung lebih banyak," terangnya.
Selain itu, pihaknya meminta kepada pemerintah untuk menaikkan MST semua kelas jalan yang ada di Indonesia.
Perlu diketahui, kemampuan jalan di Indonesia saat ini hanya bisa menahan beban maksimal 10 ton.
MST yaitu Muatan Sumbu Terberat adalah besar tekanan maksimum pada sumbu kendaraan terhadap jalan.
"Kalau bisa semua kelas jalan kemampuan bebannya dinaikkan satu ton. Dari yang semula 10 ton jadi 11 ton, begitupun seterusnya. Selain itu, penegakan aturan di lapangan untuk kendaraan dengan bobot tertentu harus diterapkan. Jangan cuma aturan saja," tambahnya.
Adapun panduan tarif juga harus sudah diberlakukan oleh pemerintah. Sebab jika panduan tarif ini tidak diberlakukan, maka akan terjadi persaingan yang tidak sehat antar perusahaan angkutan barang.
"Kalau ongkos kirim jatuh, pasti sopir akan memaksakan muatan sebanyak-banyaknya. Inilah yang akan membahayakan sopir dan pengguna jalan yang lain. Kalau tarif sudah diberlakukan nanti logistik lancar dan sopir sejahtera. Sopir itu karyawan perusahaan, kalau operasionalnya aman tidak ada laka, kan itu bisa buat gaji mereka," tegasnya.
Sebelum menerapkan Zero ODOL, pemerintah sebaiknya melakukan pembenahan dari hulu ke hilir terlebih dahulu. Sebab aturan ini harus didukung oleh semua industri, pengusaha, dan perusahaan angkutan barang.
"Tak hanya Zero ODOL tapi juga Zero Accident. Karena faktanya kendaraan yang ODOL memiliki risiko kecelakaan lebih besar. Saat turunan kemampuan rem tidak bisa maksimal, bisa menyebabkan rem blong. Saat tanjakan kemampuan mesin juga kurang, bisa membuat truk berhenti atau justru meluncur ke belakang," ucapnya.
Untuk bisa menerapkan Zero ODOL pemerintah harus membenahi permasalahan itu dari hulu dan hilir. Jika hanya penegakan aturan saja, tidak memberikan solusi maka akan banyak yang dirugikan.
"Kalau bisa jembatan timbang itu diaktifkan kembali. Supaya ada kontrol truk mana yang melebihi muatan dan dimensi. Tapi harus diisi oleh petugas yang jujur dan berintegritas. Jangan mau disogok oleh sopir-sopir yang membawa truk ODOL," pungkasnya.
Karoseri dan Pemilik Truk Ditindak
Kepala Dinas Perhubungan Jateng, Henggar Budi Anggoro menuturkan aturan dimensi dan loading (pengangkutan) telah ada pada UU Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (UULAJ) no 22 tahun 2009. Pemerintah memberlakukan zero ODOL pada tahun 2023.
"Over dimensi dan over loading dua hal berbeda. Over dimensi masuknya pidana, dan over loading masuk pelanggaran," jelasnya, Senin (28/2/2022).
Menurutnya tujuan pemerintah memberlakukan zero ODOL di tahun 2023 untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas. Sebab dari data yang ada, 70 persen angka kecelakaan di jalan raya diakibatkan ODOL.
"Dengan diterapkannya zero Odol di tahun 2023 diharapkan dapat menekan angka kecelakaan lalu lintas," ujarnya.
Terkait dimensi truk, kata dia, berdasarkan SK rancang bangun yang disahkan Ditjen Perhubungan Darat. SK rancang bangun harus dimiliki semua karoseri.
"Orang kalau beli truk di dealer hanya kabin dan sasis. Harus dibangun rumah-rumah termasuk diantaranya bak truk. Yang membangun karoseri kendaraan bermotor telah berizin dan memiliki surat rancang bangun harus melekat satu tipe, dan jenis kendaraan," tuturnya.
Dikatakannya, saat diterapkan zero ODOL, pihak karoseri dan pemilik truk dapat dipidanakan jika membangun truk tidak sesuai dengan rancang bangun. Hal tersebut telah diatur dalam UULAJ. "Jika hal itu diterapkan nanti yang disasar bukanlah sopir tetapi pemilik kendaraan, dan karoseri yang membangun," tuturnya.
Menurutnya, jika saat penegakan hukum kendaraan yang telah terlanjur over dimensi harus segera dinormalisasi. Truk tersebut harus dikembalikan sesuai desain dan ketentuan. "Harus dipotong jika terlalu panjang, dan kalau terlalu tinggi juga dipotong," ujarnya.
Berbeda dengan kelebihan muatan. Ia mengatakan penindakan dilakukan kepada sopir. Terkait pemilik barang saat ini masih ditinjau ulang dalam UULAJ.
"Nantinya kedepan pemilik barang juga harus bertanggung jawab," tuturnya. (AFN/RTP/FBA/DIN/BUD)
Baca juga: Kerusakan Jalan Akibat Truk ODOL, Pengusaha: Pemerintah Jangan Lembek