Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Korban Erupsi Semeru Jalan Kaki Dari Lumajang Ke Jakarta, Tidur di Masjid dan Diancam Ditabrak

mengadukan dugaan human error terkait bencana erupsi Gunung Semeru tersebut yang berdampak pada mereka dan warga lainnya.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Kisah Korban Erupsi Semeru Jalan Kaki Dari Lumajang Ke Jakarta, Tidur di Masjid dan Diancam Ditabrak
Foto: Tribunnews.com/Gita Irawan
Korban erupsi Gunung Semeru (kenakan kaus putih) di Jawa Timur pada 4 Desember 2021 lalu yakni Supangat (52), Nurkholik (39), dan Masbud (36) didampingi tim advokasi mengadukan persoalannya kepada Komisioner Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara di Kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Senin (11/7/2022). 

TRINUNNEWS.COM, JAKARTA - Korban erupsi Gunung Semeru pada 4 Desember 2021 lalu, Nurkholik (39), bersama dua warga lainnya yakni Supangat (52), Nurkholik (39), dan Masbud (36) telah berada di Jakarta setelah berjalan kurang lebih 17 hari dari Dusun Kamar Kajang Desa Sumber Wuluh Kec Candipuro Kabupaten Lumajang Jawa Timur.

Mereka kemudian mendatangi kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Senin (11/7/2022) untuk mengadukan dugaan human error terkait bencana erupsi Gunung Semeru tersebut yang berdampak pada mereka dan warga lainnya.

Berjalan kaki sejak 21 Juni 2022 lalu menyusuri jalur utara Pulau Jawa, Nurkholik mengatakan hanya membawa bekal seadanya berupa uang ala kadarnya untuk makan, pakaian, dan obat-obatan.

Selama berjalan kaki, ungkapnya, mereka tidur di masjid-masjid di jalur yang merek lintasi.

Selain itu, kata dia, pernah juga mereka mampir ke Pondok Pesantren Buntet di Jawa Tengah untuk beristirahat.

Baca juga: Jalan Kaki ke Istana Negara Jakarta, 3 Warga Lumajang Korban Gunung Semeru Singgah di Purwokerto

"Setiap kami mampir ke suatu tempat kami pasti membicarakan (persoalan yang dihadapi) dan alhamdulillah semua mendukung," kata Nurkholik di kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Senin (11/7/2022).

Selain kerap menahan lapar dan lelah, Nurkholik, dan kawan-kawan juga mendapatkan intimidasi dari pihak-pihak tertentu.

Berita Rekomendasi

Intimidasi tersebut, kata dia, di antaranya adalah berupa ancaman untuk ditabrak.

Ia mendengar ancaman tersebut setelah diperingati oleh kawannya yang mendengar dari pihak yang diduga keluarga pemilih perusahaan tambang pasir yang berselisih dengan warga terkait aktivitas pembangunan tanggul melintang di aliran sungai tempat mereka tinggal bersama warga lainnya.

"Dan ada pelemparan batu di genteng rumah saya juga, di genteng saya. Tapi alhamdulillah kami juga tidak pernah mundur dan kami akan terus menyuarakan ini," kata Nurkholik.

Mendapatkan tantangan tersebut, Nurkholik bersyukur keluarganya mendukung apa yang dilakukannya bersama rekan-rekan.

Baca juga: Truk di Lumajang Hanyut Diterjang Banjir Lahar Gunung Semeru

Istri-istri mereka, kata Nurkholik, juga memberikan dukungan kepada  aksi yang mereka lakukan.


"Keluarga kami sangat mendukung, terutama istri-istri kami bertiga ini sangat mendukung dan sepakat untuk apapun yang terjadi tetap maju," kata dia.

Mereka mengadukan dugaan human error terkait bencana erupsi Gunung Semeru tersebut yang berdampak pada warga kepada Komnas HAM RI di Kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Senin (11/7/2022).

Didampingi tim advokasi, mereka menemui Komisioner Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara.

Usai pertemuan, Nurkholik mengatakan ia dan warga telah berulang kali menyampaikan baik kepada perusahaan, Kementerian ESDM, Bupati Lumajang, DPRD Kabupaten Lumajang, dan kepolisian terkait kondisi pertambangan yang sudah mengkhawatirkan warga.

Namun demikian, kata dia, laporan tersebut tidak diindahkan hingga saat ini.

Hal tersebut disampaikan Nurkholik  di Kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Senin (11/7/2022).

"Kalau ke Bupati sudah sering, kami ke Pemkab, ke DPRD hearing, dan melaporkan itu sering kami. Sampai bosan kami," kata Nurkholik.

"Makanya kami sampai merasa sudah tidak ada lagi tempat kecuali kami berjalan walaupun kami seadanya berjalan, kami sudah mengumpulkan tekad kami untuk berjalan dan menahan semua kelaparan semua apalah," kata dia.

Nurkholik mengungkapkan human error tersebut diduga dilakukan oleh CV Duta Pasir Semeru (DPS) yang melakukan aktifitas penambangan pasir di sekitar wilayah tempat tinggal mereka.

Ia mengatakan, perusahaan tersebut sebenarnya telah mendapatkan izin sejak 2015.

Namun demikian, kata dia, aktifitas CV DPS pada 2019 sampai 2020 kegiatan pertambangan tersebut mulai mengkhawatirkan karena perusahaan tersebut membangun tanggul-tanggul melintang untuk menutup atau menghambat aliran lahar atau aliran air.

Selain itu, kata dia, perusahaan tersebut juga membangun kantor dan workshop di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menyebabkan pendangkalan sungai mengingat rumah mereka berada di sekitar aliran sungai.

"Kami duga perusahaan (melakukan) ini untuk menjebak pasir atau mempermudah untuk pengambilan pasir," kata Nurkholik.

Dalam pertemuan tersebut, anggota tim advokasi dari LBH Damar Indonesia, Dimas, berharap masalah tersebut dapat terungkap dan keadilan bagi masyarakat Lumajang bisa segera ditegakkan.

Dimas juga membawa sejumlah bukti terkait proses advokasi mereka di antaranya berupa foto dan berkas surat menyurat kepada pihak terkait untuk diserahkan ke Komnas HAM RI.

"Dan (harapannya) pertambangan yang ada di aliran Gunung Semeru bisa dilakukan evaluasi dengan jelas dan oknum-oknum siapapun itu bisa ditindak secara hukum, secara adil," lanjut Dimas.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas