Kisah Perempuan Adat Mee Pago Nabire Papua Sukses Sekolahkan Anak-anaknya dari Usaha Merajut Noken
Dari hasil penjualan noken, Meliana mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga dan biaya pendidikan anak-anaknya.
Editor: Dewi Agustina
"Tong kalau masuk hutan kadang-kadang satu bulan baru dapat. Setelah ketemu, tong rajut itu bisa sampai satu minggu baru jadi satu," pungkasnya.
Seorang perempuan adat Mee Pago Nabire lainnya bernama Pendeka Dou (45) menambahkan, tantangan terbesar yang dialami setelah selesai merajut noken adalah pemasarannya.
Ketika dijual di pasar tradisional di Nabire, penghasilannya tak seberapa karena sepi pembeli.
Oleh sebab itu, perempuan adat Mee Pago Nabire, rela merogoh kocek Rp 300 ribu untuk biaya kapal sekali perjalanan, memboyong semua noken rajutan mereka ke Jayapura.
Baca juga: Potret Perjalanan Binmas Noken Satgas Nemangkawi 2018 – 2019 Dibukukan
"Kalau ada kegiatan besar di Jayapura, tong pasti datang. Karena dari situ tong bisa dapat dua sampai tiga, daripada di kampung yang hanya 50 ribu," jelas Pendeka Dou.
Sehingga, perempuan adat Mee Pago Nabire merasa sangat bersyukur KMAN VI diselenggarakan di wilayah adat Tanah Tabi, Jayapura.
Dengan begitu, perempuan adat Mee Pago Nabire memiliki kesempatan menjual noken rajutan mereka di sela-sela mengikuti KMAN VI.
Sembari memperkenalkan kepada peserta KMAN VI dari Sabang sampai Merauke tentang noken, warisan budaya asli Papua, Indonesia yang telah diakui dunia.