Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kejagung Tunggu Bukti dari Korban Dugaan Pemerasan Oknum Anggota Kejati Jateng

Kejaksaan Agung pihaknya mendapat kesulitan dalam penyelidikan soal tuduhan itu karena pelapor sulit untuk diperiksa

Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Kejagung Tunggu Bukti dari Korban Dugaan Pemerasan Oknum Anggota Kejati Jateng
Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung hingga kini menunggu bukti dari Agung Hartono (AH), korban dugaan pemerasan oleh oknum anggota Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah yang mengaku diperas hingga Rp10 miliar.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana menerangkan pihaknya mendapat kesulitan dalam penyelidikan soal tuduhan itu karena pelapor sulit untuk diperiksa.

"Sudah hampir semua dilakukan pemeriksaan termasuk tim yang melakukan pemberkasan atas perkara atas nama AH cuma kendala yang ada sekarang adalah AH beberapa kali kita panggil mereka tidak datang ke tempat kita. Jadi ada kesulitan kita melakukan klarifikasi terhadap AH," kata Ketut kepada wartawan, Kamis (8/12/2022).

Ketut belum bisa memastikan soal tuduhan pemerasan tersebut termasuk soal jumlah uang yang diminta oknum anggota yang diketahui berjumlah tiga orang.

Sejauh ini, kata Ketut, pihaknya sudah mengklarifikasi terduga pemeras tersebut. Namun, hal ini juga harus ada bukti dari orang yang mengaku menjadi korban pemerasan.

Baca juga: Kejaksaaan Agung Periksa Direktur HCM Waskita Karya di Kasus Dugaan Korupsi Penyelewengan Dana

"Sekarang gini, orang yang menuduhkan wajib mereka membuktikan, kalau yang sekarang yang mereka panggil nggak datang, bagaimana mereka membuktikan. Tentut setelah kita melakukan pemeriksaan kita bukan mengklarifikasi lagi kan, kita akan menilai bukti kebenaran itu," jelasnya.

Berita Rekomendasi

"Sekarang apa buktinya? di mana? sama siapa?, kapan pembicaraan itu? seperti itu. Siapa sebagai saksi di sana kan segitu penting itu. Jadi tidak semudah bahwa orang dilaporkan tiba-tiba tiba orang sudah jadi tertuduh itu menjadi suatu pelaku tindak pidana tidak seperti itu," sambungnya.

Namun, lanjut Ketut, jika tuduhan tersebut betul, makan pihaknya tidak akan segan-segan memberi sanksi kepada oknum anggota itu.

"Kalau terbukti itu Jaksa Agung bakal tegas. Siapapun yang melakukan tindakan itu bila perlu dipidanakan. Kalau sudah dipidana nggak mungkin nggak dipecat," tuturnya.

Untuk informasi, dikutip dari TribunJateng.id, pengacara kondang Kamaruddin Simanjuntak layangkan somasi kepada oknum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah karena adanya dugaan percobaan pemerasan yang menimpa kliennya. 

Surat somasi dilayangkan Jaksa Agung, Kejaksaan Agung (Kejagung), Komisi Kejaksaan, Jampidsus, Presiden RI, Wakil Presiden RI, Ombudsman, hingga Komisi III DPR RI.

Pada surat somasi itu oknum yang terlibat percobaan pemerasan agar dinonaktifkan dan diperiksa. 

Ada tiga oknum Kejati yang dimaksud yakni oknum jaksa yang dimaksud yaitu kordinator Pidsus Kejati Jawa Tengah, Putri Ayu Wulandari, mantan Kajati Jawa Tengah yang sekarang menjabat sekretaris Jampidsus, Andi Herman, dan Kasi Penyidikan Pidsus Kejati Jawa Tengah, Leo Jimmi Agustinus.

"Saya meminta kepada Jaksa Agung untuk menonaktifkan ketiga oknum jaksa itu dan melakukan pemeriksaan serta audit investigasi atas percobaan pemerasan terhadap klien saya, Agus Hartono," ujarnya saat konferensi pers pada Jumat, saat konferensi pers pada Jumat, (25/11/2022) malam.

Baca juga: Pengusaha di Medan Mengaku Menjadi Korban Pemerasan 2 Ormas

Menurutnya, penonaktifan sementara ketiga oknum jaksa dimaksudkan agar dilakukan pemeriksaan dan memudahkan proses pemeriksaan.

Hal itu juga pernah dilakukan Kapolri pada kasus pembunuhan 

Hal ini sebagaimana dilakukan Kapolri menonaktifkan pihak-pihak di Divisi Propam Polri terkait pembunuhan Brigadir J.

"Jaksa Agung jangan kalah sama Kapolri berani dan tegas menonaktifkan anggotanya yang diduga melanggar untuk dilakukan pemeriksaan baik pihak internal maupun eksternal," ujarnya.

Menurutnya, percobaan pemerasan dialami kliennya, Agus Hartono. Saat itu kliennya mengalami pemerasan saat sedang diperiksa sebagai saksi atas kasus dugaan tindak pidana korupsi pada pemberian fasilitas kredit dari Bank Mandiri, BRI Agroniaga, dan Bank BJB Cabang Semarang ke PT Citra Guna Perkasa.

Dugaan percobaan pemerasan tersebut dilakukan oknum jaksa yaitu Putri Ayu Wulandari.

Oknum jaksa itu menemui empat mata Agus Hartono di ruang pemeriksaan dan menyampaikan permintaan uang untuk menghapus dua surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) perkara yang dituduhkan kepada kliennya.

Oknum jaksa Putri Ayu Wulandari meminta Rp 5 miliar untuk satu SPDP.

Jadi total uang yang diminta dari menghapus dua SPDP sebesar Rp 10 miliar.

"Dia (Putri Ayu) mengatakan permintaan uang itu atas perintah Kajati Jateng saat itu dijabat Andi Herman, yang kini diangkat menjadi Sekertaris Jampidsus (Sesjampdisus) Kejaksaan Agung RI," tuturnya.

Kamaruddin menuturkan permintaan tersebut ditolak kliennya. Namun hal itu berdampak kliennya dikriminalisasi dengan ditetapkan sebagai tersangka.

Perbuatan Putri Ayu Wulandari mewakili Kajati, merupakan perbuatan yang tak mencerminkan perilaku seorang penegak hukum.

"Saya meminta agar oknum jaksa Putri Ayu Wulandari diperiksa dan dicopot karena telah menyalahgunakan wewenang," tandasnya.

Agus Hartono menambahkan, pada pemberian kredit tersebut, hanya berlaku sebagai avalis atau penjamin. Dirinya menganggap tidak bisa dijerat dugaan tindak pidana korupsi.

"Saya ada upaya hukum sebelumnya yang sudah inkrah.

Di amar putusannya, saya sebagai penjamin, juga menjadi korban dan tidak bisa dimintai pertanggungjawaban hukum baik perdata maupun pidana atas fasilitas kredit ke PT CGP," imbuhnya.

Dirinya membenarkan jaksa Putri Ayu Wulandari. menyampaikan bahwa akan membantu menghapus 2 SPDP atas kasus pemberian kredit ke PT CGP.

Oknum jaksa itu meminta uang untuk menghapus 2 SPDP yang dituduhkannya.

"Dia minta Rp 5 miliar untuk satu SPDP. Karena ada 2 SPDP, total permintaannya Rp 10 miliar. Karena tidak saya penuhi, maka saya dijadikan tersangka," tuturnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas