Santri di Samarinda Tewas Dianiaya Senior, Makamnya Dibongkar untuk Mengetahui Penyebab Kematian
Makam AR (13), santri di salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) Samarinda Utara, Kalimantan Timur dibongkar warga dan keluarga.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA - Makam AR (13), santri di salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) Samarinda Utara, Kalimantan Timur dibongkar warga dan keluarga, Sabtu (25/2/2023).
Pembongkaran makam korban di Desa Badak Baru, Muara Badak, Kutai Kartanegara disaksikan personel Polsek Sungai Pinang, Tim Inafis Satreskrim Polresta Samarinda dan tim dokter forensik RSUD AW Sjahranie Samarinda.
Pembongkaran makam dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian korban.
Proses pembongkaran makan dilakukan untuk kepentingan autopsi ulang.
Baca juga: Update Santri Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Bantah Pernyataan Pesantren dan Minta Hasil Autopsi
AR diduga menjadi korban penganiayaan yang dilakukan seniornya, AF (20) pada Sabtu (18/2/2023) pukul 17.30 Wita.
Korban dan pelaku adalah santri di pondok pesantren yang sama.
Dokter Forensik RSUD AW Sjahranie Samarinda, dr Kristina Uli Gultom mengatakan, pihaknya membawa sejumlah organ tubuh korban untuk pemeriksaan laboratorium dan penyelidikan kepolisian.
"Untuk hasilnya nanti ke polisi saja. Yang jelas ini ada beberapa organ jaringan yang kami bawa," ujarnya singkat.
Pelaku Terancam 15 Tahun Penjara
Kematian santri yang sudah menimba ilmu di ponpes selama lima tahun terakhir tersebut menyisakan duka mendalam bagi keluarga.
Keluarga bahkan menuding pihak ponpes terkesan menutup-nutupi penyebab kematian korban.
Wakapolresta Samarinda AKBP Eko Budiarto mengatakan, pembongkaran makam AR guna kepentingan penyelidikan usai keluarga korban melakukan pelaporan.
Baca juga: Santri Tewas Dianiaya Kakak Kelasnya, Korban Dipukul di Bagian Dada hingga Tersungkur
AKBP Eko Budiarto menjelaskan, sejak awal pondok pesantren sangat kooperatif.
Bahkan terungkapnya kasus ini sebab pihak ponpes melakukan investigasi.
"Tentu pihak pondok pesantren tidak ingin terjadi fitnah. Makanya setelah bukti kuat mereka baru menghubungi keluarga korban dan polisi, bahkan menyerahkan pelaku," jelasnya.
Kini pelaku yakni Abid Fairis harus bertanggungjawab atas perbuatannya.
Santri senior ini dijerat Pasal 338 KUHP Subsider 351 ayat (3) KUHP dan atau Pasal 76 C Juncto Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan kedua atas UU RI No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak menjadi Undang-Undang.
"Ancaman 15 tahun penjara," kata AKBP Eko Budiarto.
Bukan Dendam
Terduga pelaku, AF tidak pernah menyangka akan ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan juniornya sendiri di ponpes.
Kepada media, santri senior dari salah satu ponpes di Kecamatan Samarinda Utara itu mengaku tidak mengetahui pukulan yang dilayangkannya kepada AR akan menyebabkan kematian.
Ia menjelaskan awal kejadian tersebut. Ketika itu, dirinya menyimpan uang Rp 200 ribu di lemari bajunya.
Namun pada Sabtu (18/2/2023) lalu, dia tak lagi mendapati uang tersebut.
Ia mengklaim bahwa salah satu juniornya yakni AR (13) yang tidur di kamar lantai dua asrama ponpes itu pernah menjadi pelaku pencurian uang.
"Saya panggil ke kamar. Karena tidak mengaku saya pukul. Tidak tahu kalau akan meninggal. Saya benar-benar khilaf," ucapnya pelan di Polsek Sungai Pinang, Kamis (23/2/2023) lalu.
Terkait pengakuan pelaku itu, Kapolresta Samarinda Kombes Pol Ary Fadli melalui Kapolsek Sungai Pinang AKP Noor Dhianto mengatakan, dari hasil pemeriksaan sejumlah saksi, tuduhan pelaku tidaklah terbukti.
"Jadi katanya korban pernah maling itu tidak terbukti. Hanya tuduhan saja," tegasnya.
Ia juga mengatakan dari hasil pendalaman tidak ditemukan adanya permasalahan pribadi atau dendam antara junior senior tersebut.
"Jadi motifnya memang hanya menduga korban melakukan pencurian," sambungnya.
Pihak Keluarga Menduga Ada Ketidakjujuran
Guntur Madong (52), ayah dari AR menuturkan, pihaknya baru mengetahui anaknya menjadi korban penganiayaan pada Senin (20/2/2023) lalu, atau setelah anaknya dimakamkan.
"Pihak pesantren tidak jujur sejak awal. Makanya sekarang makam anak saya harus dibongkar," kata Guntur Madong, Sabtu (25/2/2023).
Ia menjelaskan, pada hari kejadian anaknya telah berada di rumah sakit sejak pukul 18.00 Wita hingga pukul 21.00 Wita dan baru dibawa ke Muara Badak pada pukul 00.00 Wita.
"Selama tiga jam kami di rumah sakit kenapa tidak ngomong? Besoknya (Minggu, 19/2/2023) ustaznya datang melayat, tapi tidak ngomong juga. Seolah ditutupi," ucapnya terbata.
Dalam unggahan pihak keluarga diungkap, di hari penganiayaan itu AR tengah berpuasa.
"Surga menantimu, nak. Karena kau dalam keadaan berpuasa lalu difitnah dan dianiaya hingga meninggal dunia," begitu tulisan di postingan yang menampilkan foto korban tersebut.
Pihak kepolisian pun berkomitmen mengungkap kasus ini hingga terang.(m04)
Artikel ini telah tayang di TribunKaltara.com dengan judul Update Kasus Santri Tewas Dianiaya Senior di Samarinda, Kuburan Dibongkar, Dokter Bawa Sampel Tubuh