UMY Ungkap Redho Korban Mutilasi di Sleman Sedang Riset Tentang LGBT
Sebenarnya, Redho tidak hanya meneliti tentang LGBT. Dia juga meneliti kelompok-kelompok unik lainnya
Editor: Erik S
Sebelum pertemuan ketiganya di kosan wilayah Krapyak, Triharjo, Kabupaten Sleman, Waliyin mengundang RD asal Jakarta datang ke Yogyakarta.
Baca juga: Keluarga RTA Korban Mutilasi di Sleman Buka Suara: Sebut Pelaku Bukan Manusia, Minta Dihukum Mati
"Karena mereka gabung dalam komunitas yang tidak wajar, mereka melakukan kegiatan berupa kekerasan,"kata Dirkrimum Polda DIY Kombes Pol FX Endriadi, Selasa (18/7/2023).
"Kekerasan satu sama lain dan terlalu berlebihan, sehingga mengakibatkan korban meninggal dunia,"lanjut Endriadi.
Setelah melihat korban meninggal dunia para pelaku ini panik.
Kemudian berniat menghilangkan jejak peristiwa setelah korban meninggal dunia.
Mereka melakukan upaya pemotongan atau mutilasi dengan diawali memotong kepala, pergelangan tangan dan kaki, memotong bagian tubuh.
Baca juga: Kronologi Lengkap Kasus Mutilasi di Sleman, Korban dan Pelaku Bertemu hingga Malam Eksekusi
Bahkan polisi juga menyebut pelaku menguliti korban.
Guna menghilangkan jejak, pelaku merebus bagian tertentu guna menghilangkan sidik jari.
Redho adalah mahasiswa berprestasi
Rektor UMY, Gunawan Budiyanto mengatakan Redho adalah sosok mahasiswa yang berprestasi.
"Kita sudah mengumpulkan teman-temannya satu organisasi kemahasiswaan, mereka mengatakan tidak ada yang aneh. Bahkan para mahasiswa bilang, korban adalah penerima hibah penelitian dari lembaga kemahasiswaan,” ujarnya, Selasa (25/7/2023).
Rektor menyebut bahwa Redho adalah mahasiswa yang berprestasi, bahkan sejak dari SMA sudah aktif di kepramukaan lalu sampai di tingkat kampus.
Selain aktif di pramuka, Redho juga disebut bersosialisasi dengan baik, misalnya terlibat dalam rapat-rapat mahasiswa.
Baca juga: Keluarga RTA Korban Mutilasi di Sleman Buka Suara: Sebut Pelaku Bukan Manusia, Minta Dihukum Mati
“Sedih karena anak ini baik-baik saja, dan sering ikut rapat penerimaan mahasiswa baru 2023,” tuturnya.
Berkaca dari kasus ini, Gunawan mengungkapkan pihaknya mencoba membuat mekanisme agar kampus bisa dapat memahami masalah yang dialami mahasiswa.