Hotman Paris Bilang Idealnya RS Beri Uang Ganti Rugi Triliunan, Bos RS Sentosa Bogor Respon Begini
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemenppa, Nahar menilai ganti rugi tersebut harusnya berlandaskan pada kepentingan anak semata
Editor: Eko Sutriyanto
"Tidak bisa pak, kalau kerugian immateriil tidak bisa diukur dengan kebutuhan berapa susunya, berapa bayinya, bajunya. Konsep kerugian immateriil itu adalah sanksi kalau kita lalai, tidak dihitung uang itu berapa," ungkap Hotman Paris.
"Nanti ukurannya seberapa mampu, mudah proses pengalihan hak asuh ini bisa dilaksanakan. Kalau tidak makanya perlu dukungan ahli, konsultasi," ucap Nahar.
Pihak rumah sakit masih belum bisa mengiyakan usulan dari Hotman Paris soal ganti rugi fantastis tersebut.
"Kami mengharapkan, karena ini kasus kemanusiaan, bisa diselesaikan dengan kekeluargaan," ungkap Margaretha Kurnia.
"Ada tawaran apakah Rp100 miliar atau Rp200 miliar?" tanya Hotman.
"Kami belum bisa, nanti kuasa hukum dan perlu dibicarakan lebih lanjut lagi," jawab Margaretha.
Siti Mengaku Depresi
Ditanya soal keinginan ganti rugi dari pihak rumah sakit, Siti Mauliah ragu-ragu menjawab.
Sebab diakui Siti, ia tidak bisa mengukur kepedihannya selama satu tahun terpisah dari bayi kandungnya.
Terlebih diakui Siti, selama setahun ia mengalami depresi dan stres.
"Kalau ibu sendiri apa ganti rugi yang ibu tuntut setahun ibu nangis di tempat tidur, permintaan apa ke pihak rumah sakit?" tanya Hotman Paris.
"Saya udah ngobrol sama kuasa hukum saya, nanti beliau yang menjelaskan langsung," ujar Siti.
"Apakah ibu rela hanya diberikan fasilitas kesehatan gratis?" tanya Hotman lagi.
Baca juga: RS Sentosa Minta Kasus Bayi Tertukar Diselesaikan Secara Damai, Janjikan Beasiswa untuk Bayi
"Kalau itu tidak ya, karena saya sempat depresi, sampai stres lama, keganggu fasilitas ngurus bayi juga karena kita terlalu memikirkan buah hati saya di mana, itu mau satu tahun seperti itu (selalu nangis)," akui Siti.
Tawaran ganti rugi alias kompensasi yang diajukan RS Sentosa kepada ibu bayi tertukar di Kabupaten Bogor ditolak mentah-mentah.