Kawin Tangkap di Sumba: Dinilai Langgar Hak Perempuan dan Anak, Dianggap Tak Relevan Lagi
Tradisi kawin tangkap di Sumba dianggap sudah tak relevan lagi dan melanggar hak perempuan.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Garudea Prabawati
Namun, menurut Doni, saat ini konteks dan kebutuhan sudah berubah, dimana salah satunya adalah kebutuhan manusia untuk menentukan pilihan hidupnya sendiri, termasuk jodoh.
Ia melihat tradisi kawin tangkap tidak lagi mencerminkan memenuhi kebutuhan manusia, tetapi justru melanggar hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Baca juga: Soal Viral Kawin Tangkap di Sumba, Dikecam Pemerintah Daerah hingga Disebut Bukan Budaya Lokal
"Karena itu menjadi tugas bersama kita semua, baik pemerintah, lembaga agama, LSM, dan berbagai elemen masyarakat daerah ini harus gencar melakukan sosialisasi hingga menyasar semua masyarakat yang tinggal di kampung-kampung dan daerah terpelosok sekalipun."
"Bahwa kawin tangkap sudah tidak relevan lagi dan sudah tidak dibenarkan lagi karena melanggar hukum dan hak asasi manusia (HAM)," ujar dia, Sabtu (9/9/2023).
Lebih lanjut, Doni menilai kawin tangkap di Pulau Sumba terjadi dengan beberapa alasan.
Pertama, kawin tangkap terjadi karena antara perempuan dan laki-laki saling mengetahui, tetapi salah satu pihak dalam hal ini pihak perempuan tidak setuju.
Selain itu, kawin paksa terjadi dimana kedua orang tua saling mengetahui, tetapi anak perempuan tidak tahu.
Juga, kedua belah pihak orang tua saling mengetahui, termasuk anak perempuan dan laki-laki, namun mereka merancang terjadinya kawin tangkap.
Untuk alasan ini, para pihak ingin menunjukan kekuatannya bisa menangkap anak perempuan orang dan siap membayar mahar berapapun yang dituntut pihak perempuan.
Namun, seiring perubahan zaman, kawin tangkap dianggap lebih baik tidak boleh terjadi karena melanggar kebebasan seseorang, hukum dan HAM.
Sebagian artikel ini telah tayang di Pos-Kupang.com dengan judul Antropolog Pater Doni Kleden Sebut Tradisi Kawin Tangkap di Sumba Sudah Tak Relevan Lagi
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Fahdi Fahlevi, Pos-Kupang.com/Petrus Piter)