Malangnya Nasib Sawah di Merangin, Dijadikan Tambang Emas yang Kini Persediannya Menipis
Sawah di sebuah desa bernama Sungai Pinang yang terletak di Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten Merangin, Jambi kini sudah tak lagi hijau.
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
“Masih banyak warga yang menjual beras lokal di pasar tradisional, itu artinya sawah masih menghasilkan,” katanya.
Selain padi, warga di Merangin juga menanam tanaman pangan lain seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar hingga kedelai.
“Ubi jalar atau pilo banyak ditanam di Kecamatan Jangkat, Lembah Masurai dan Jangkat Timur sudah banyak yang dijual ke luar daerah. Sementara ubi kayu banyak dimanfaatkan UMKM,” jelas Hamser.
Saat ini Kabupaten Merangin memiliki sawah seluas 5.231 hektar, dengan rincian 42,44 ha di Kecamatan Bangko Barat, 11,49 Ha di Batang Masumai, 1.026,47 Ha di Kecamatan Jangkat.
51,30 Ha di Lembah Masurai, 294,96 Ha di Margo Tabir, 62,40 Ha di Muara Siau, 396,87 Ha di Kecamatan Pamenang, 21,23 Ha di Pamenang Barat, 47,60 Ha di Pamenang Selatan.
195,80 Ha di Pangkalan Jambu, 62,82 Ha di Renah Pamenang, 129,74 Ha di Renah Pembarap, 616,19 Ha di Sungai Manau, 380,74 Ha di Jangkat Timur, 907,42 Ha di Kecamatan Tabir.
Kemudian 304,64 Ha di Tabir Barat, 52,69 Ha di Tabir Ilir, 49,34 Ha di Tabir Lintas, 13,20 Ha di Tabir Selatan, 11,41 Ha di Tabir Timur, 438,66 Ha di tabir Ulu dan 14,04 Ha di Kecamatan Tiang Pumpung.
Diakui Hamser, luasan sawah di Kabupaten Merangin menurun karena adanya aktifitas PETI hingga alihfungsi lahan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.
Dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi, tahun 2020 Kabupaten Merangin mempunyai sawah seluas 7.772,08 hektar.
Di tahun 2021 jumlah ini turun menjadi 5.176,94 dan di tahun 2022 luasan sawah meningkat lagi menjadi 5.699,84 hektar.
Terpisah Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Jambi Prof. Dr. Ir. Dompak MT Napitupulu, M.Sc menyebut jika upala reklamasi lahan bekas PETI menjadi lahan persawahan membutuhkan waktu.
“Jika eks PETI dikelola dengan baik maka bisa dilakukan reklamasi atau perbaikan kembali kondisi lahan,” kata Prof Dompak.
Jika di awal, lanjutnya pelaku PETI melakukan pembongkaran lahan terlebih dahulu yakni menyisihkan top soil atau lapisan tanah bagian atas maka upaya reklamasi tidak sulit dilakukan.
“Sayangnya pelaku PETI tidak melakukan penyelamatan lapisan atas tanah itu. Lebih payah lagi karena saat ini lahan sawah yang dulunya rata dan memiliki lapisan olah pada permukaan kini sudah berubah menjadi serakan batu hasil bongkaran PETI sehingga menyulitkan untuk diolah,” bebernya.
Namun meski begitu, upaya reklamasi tetap bisa dilakukan dengan cara mengaplikasikan pupuk baik organik maupun non organik.
“Setidaknya dengan penambahan pupuk organik maupun non organik bisa mensuplai makanan bagi tanaman,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Prof Dompak pupuk mampumenyediakan semua unsur hara yang diperlukan tanaman sehingga tanaman yang ditanam dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Artikel ini telah tayang di TribunJambi.com dengan judul Sawah Hilang, Emas Sirna Warga Sungai Manau Merangin Jambi Merana