Kasus Penistaan Agama Saat Nyepi di Buleleng Memasuki Babak Baru, Kedua Belah Pihak Berdamai
Permohonan untuk menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan merupakan hasil kesepakatan warga dalam paruman agung, Kamis (26/10/2023)
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Bali Ratu Ayu Astri Desiani
TRIBUNNEWS.COM, BULELENG - Dugaan kasus penistaan agama yang dilakukan dua oknum warga saat Nyepi diselesaikan secara kekeluargaan.
Kesepakatan itu telah disampaikan kepada Polres Buleleng hingga Kejaksaan Negeri Buleleng oleh Kelian Desa Adat Sumberklampok Jro Putu Artana bersama Pendamping Warga Sumberklampok Agus Samijaya, Anggota Komisi IV DPRD Buleleng, Mulyadi Putra, dua terduga pelaku Achmad Zaini dan Muhammad Rasyad (57), serta beberapa warga, Jumat (10/11/2023).
Mereka juga mendatangi Polres Buleleng dan Kejaksaan Negeri Buleleng.
Jro Putu Artana mengatakan permohonan untuk menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan merupakan hasil kesepakatan warga dalam paruman agung yang digelar pada Kamis (26/10/2023) lalu.
"Selain sepakat berdamai, dalam paruman itu juga diputuskan untuk melakukan pencabutan laporan di kepolisian," kata Kepada Tribun Bali.
Baca juga: Motor Masuk Got dan Menabrak Jalan Beton di Bali, 2 Orang Tewas
Artana menyebut keputusan ini diambil lantaran pihaknya ingin menjaga toleransi antar umat beragama di Desa Sumberklampok dan agar kasus ini tidak kembali terjadi, ke depan pihaknya akan segera membuat perarem Nyepi yang berlaku untuk seluruh masyarakat dan umat yang ada di desa tersebut.
"Perwakilan umat Hindu dan Muslim di desa kami sudah sepakat berdamai.
Kami akan atur Penyepian lewat perarem dan disosialisasikan kepada seluruh umat, karena akan diberlakukan untuk semua orang. Di perarem itu nanti akan diatur sanksinya apa bagi yang melanggar," jelasnya.
Perwakilan Warga Desa Sumberklampok Agus Samijaya tidak menampik proses hukum terkait kasus dugaan penistaan agama ini sejatinya sudah berjalan cukup lama di kepolisian namun belakangan muncul kesepakatan untuk menyelesaikan kasus tersebut secara kekeluargaan.
Hal ini ditandai dengan adanya surat kesepakatan antara terlapor dan pelapor.
Kendati kesepakatan itu muncul belakangan, namun Agus berharap lembaga hukum bisa memenuhi keinginan masyarakat Desa Sumberklampok terlebih situasi di Desa Sumberklampok saat ini diklaim sangat kondusif.
Ia pun berharap kasus ini bisa dijadikan sebagai pelajaran oleh seluruh pihak untuk bersama-sama menghormati hari raya umat beragama.
Keputusan ini juga akan disampaikan pihaknya kepada Kapolda, Gubernur, Kejati Bali serta beberapa pihak terkait.
"Kita saat ini sedang menghadapi tahun politik yang sangat sensitif dengan stabilitas keamanan. Jadi harapan warga untuk menyelesaikan kasus ini secara restorative justice diharapkan bisa terwujud," terangnya.
Humas sekaligus Kasi Intel Kejari Buleleng Ida Bagus Alit Ambara Pidada mengatakan, kasus dugaan penistaan agama ini baru tahap satu, atau penyerahan berkas perkara dari penyidik Polres Buleleng kepada JPU.
Beberapa waktu lalu berkas perkara itu dikembalikan oleh JPU karena dinilai belum memenuhi syarat formil dan materiil. Artinya, kasus penistaan agama ini masih menjadi ranah Polres Buleleng.
Apabila kasus tersebut telah resmi dilimpahkan ke Kejari Buleleng, pihaknya pun kata Alit akan mempelajari permohonan restorative justice tersebut, apakah memenuhi ketentuan atau tidak.
Selain itu upaya restorative justice juga harus mendapat persetujuan dari Kejaksaan Agung.
Alit menjelaskan, restorative justice hanya dapat dilakukan kepada perkara ringan dengan ancaman hukuman dibawah lima tahun penjara. Nilai kerugian yang ditimbulkan juga tidak terlalu besar, serta ada kesepakatan damai antara kedua belah pihak.
"Nah untuk perkara dugaan penistaan agama ini apakah termasuk ringan atau tidak, nanti akan kami kaji dulu dengan mempertimbangkan dampaknya seperti apa," tandasnya.
Seperti diketahui, sejumlah warga Desa Sumberklampok nekat menerobos portal Taman Nasional Bali Barat (TNBB) saat hari raya Nyepi, Rabu (22/3) sekitar pukul 10.00 wita. Padahal portal tersebut dijaga sejumlah pecalang.
Mereka menerobos pintu masuk dengan alasan ingin berwisata di Pantai Pura Segara Rupek yang ada di kawasan TNBB desa setempat. Aksi ini pun viral di sosial media, hingga dilaporkan oleh prajuru Desa Adat Sumberklampok.
Polisi kemudian menetapkan Achmad Zaini (51) dan Muhammad Rasyad (57) sebagai tersangka lantaran kasus buka paksa portal itu diduga diinisiasi oleh keduanya. Keduanya dijerat dengan Pasal 156 KUHP tentang penistaan agama, dengan ancaman hukuman empat tahun penjara.
Artikel ini telah tayang di Tribun-Bali.com dengan judul Kasus Dugaan Penistaan Agama di Sumberklampok Saat Nyepi Berujung Damai