Perkara Tewasnya Nenek yang Dituduh Curi Kemiri, Ahli: Alat Bukti Tak Sesuai
Jaksa hendaknya hati-hati dan jeli menerapkan pasal terhadap suatu kasus, jangan pembelaan diri (Pasal 49), tetapi justru dijerat pasal pembunuhan
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Eko Sutriyanto
"Ada peristiwa lain yang mungkin menyebabkan luka fatal yang menjadi penyebab kematian," kata penasihat hukum ini.
Perlu diketahui, dalam persidangan saksi ahli Dokter Forensik Eben Ezer Debora AM Purba menyebutkan, penyebab kematian korban bukan berasal dari barang-barang bukti yang diajukan penyidik dalam persidangan yaitu sendal, ranting kelapa dan kemiri.
Menurut dia, korban mengalami retak tulang dasar tengkorak pada rongga kepala serta pendarahat hebat akibat trauma benda tumpul.
Hal ini dikuatkan hasil autopsi dan hasil pemeriksaan penunjang patologi anatomi.
“Kematian berasal dari bekas kaki, bukan alat yang seharusnya ada di lokasi kejadian. Jadi, Lermin Harianja meninggal mati lemas akibat pendarahan signifikan pada rongga kepala,” ujar saksi ahli kepada wartawan.
Dalam persidangan, dokter forensik juga menampik anggapan kalau korban mati lemas akibat diduduki terdakwa.
Sekadar informasi, dalam dakwaan disebutkan terdakwa sempat menduduki bagian perut korban tetapi, menurut ahli tindakan terdakwa tidak menyebabkan kematian.
Atas dasar analisa saksi ahli dokter forensik inilah tim penasihat hukum melihat ada ketidaksesuaian antara barang bukti yang diajukan penyidik dengan luka penyebab utama meninggalnya LH.
Malah, saksi ahli sempat menunjukkan perbedaan postur tubuh dan bentuk luka yang tidak sesuai dengan versi penyidik. "Ini bukanlah perbuatan terdakwa. Profil luka penyebab kematian korban tak sesuai dengan barang-barang bukti yang dihadirkan penyidik" tegas Rialin.
Bebas dari Dakwaan
Persidangan juga mengundang saksi ahli hukum pidana Prof Dr Maidin Gultom. Rektor Universitas Katolik Santo Thomas ini berpandangan, dalam mengungkap kasus pidana jaksa harus bisa membuktikan dakwaan dengan adanya unsur kesengajaan dan kesalahan menggunakan alat bukti yang sah dan dengan barang-barang bukti yang ditampilkan yang berkesesuaian antara satu dengan yang lain.
Ia mencontohkan, dalam perkara terkait hilangnya nyawa seseorang, hasil autopsi sangat penting. Karena hasil autopsi ahli forensik dapat menerangkan penyebab kematian sesuai alat bukti yang sah.
Tak hanya itu, lewat haasil autopsi juga bisa diketahui barang-barang bukti apa yang digunakan untuk menghilangkan nyawa seseorang.
Intinya, barang butkti yang digunakan pelaku harus sinkron dengan keterangan saksi dan hasil autopsi.
“Dalam hal ini, asas berkeadilan dan kebenaran paling dikedepankan dalam menangani kasus. Dalam penegakan hukum, kebenaran dan keadilan adalah panglima utama.
Kalau memang alat bukti beserta barang-barang bukti tidak sesuai/tidak sinkron dengan hasil autopsi, ya harusnya terdakwa bebas dari dakwaan, sebagaimana diatur Pasal 191 Ayat (1) KUHAP yang isinya: Jika pengadilan berpendapat dari hasil pemeriksaan di siding, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas,” terang Maidin kepada wartawan.