Profil Lengkap Sri Sultan HB X yang Hari Ini Berulangtahun ke-78, Foto Saat Muda Jadi Sorotan
Salahs satu foto yang dibagikan merupakan koleksi pribadi, ketika Sultan dan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas melawat ke Italia
Editor: Eko Sutriyanto
“Rakyat lebih peduli pada perubahan kehidupan ke arah yang lebih baik ketimbang siapa yang menjadi presiden atau pemimpin” - Buku “Sultan Hamengku Buwono X Biara” halaman 25.
“Kalau sampai muncul jurang antara keraton dak rakyat, itu terjadi karena bodhone sultan (kebodohan sultan)” - Buku “Sultan Hamengku Buwono X Biara” halaman 35.
“Saya sudah mengucapkan ikrar di hadapan orangtua saya untuk memberi komitmen kepada rakyat. Dan itu bukan cuma rakyat Yogya. Ikrar itu akan saya bawa sampai mati” - Buku “Sultan Hamengku Buwono X Biara” halaman 27-28.
“Kebijakan pemerintah harusnya mengacu semangat gotong-royong. Jangan menumbuhkan sikap egoistis sekelompok orang” - Buku “Sultan Hamengku Buwono X Biara” halaman 50.
“Tidak ada peradaban yang dapat dibangun di atas kepalsuan, juta tidak di atas kekuasaan” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 10.
“Sejarah memberi pelajaran amat berharga, betapa perbedaan, pertentangan, dan pertukaran pikiran itulah sesungguhnya yang mengantar kita ke gerbang kemerdekaan” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 10.
“Semula kita mempercayai bahwa krisis yang terjadi tidak lain adalah krisis moneter. Tetapi, kalau dikaji lebih dalam, ternyata krisis itu adalah krisis kebudayaan” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 9.
“Seharusnya, setiap daerah justru diberi peran untuk menjadi pusat-pusat kebudayaan” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 22.
“Keunikan dan kekhasan tradisi merupakan potensi yang dapat diolah untuk menembus budaya global masa kini” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 23.
“Hanya dengan penafsiran, kehidupan ini layak dihidupi. Tanpa penafsiran, ia jadi beku, diam, dan sunyi. Penuh potensi, namun belum memberi arti bagi manusia” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 24.
“Kita memang selayaknya menghargai para seniman, yang pada umumnya adalah kreator dan inovator seni yang berkarya karena tanggung jawab profesi dan panggilan jiwa” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 49-50.
“Manusia pasar tak selalu harus berarti mengalahkan kreativitas seorang seniman jika kreativitas dibenturkan dengan pasar. Pasar adalah realitas kehidupan, dan seniman dituntut memiliki keberanian menghadapi realitas, sekaligus mengembangkan nilai kebenaran dalam ekspresinya. Ekspresi itu adalah sesuatu yang indah, mungkin sebuah puisi, lukisan, nyanyian, atau pun komposisi musik, bahkan mungkin sebuah keindahan tak berwajah” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 55.
“Sikap saling percaya dan rasa kebersamaan merupakan elemen inti dari cultural resources dan social capital warga Yogya, baik yang masih tinggal maupun yang bermukim di Jakarta” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 57-58.
“Salah satu tantangan yang paling mendesak demi kelangsungan kehidupan berbangsa adalah agar kita mampu memecahkan konflik-konflik secara damai” - Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita” halaman 40.
“Sudah semestinya keistimewaan Jogja adalah untuk Indonesia. Bahwa menjadi Jogja, adalah menjadi Indonesia” - Pidato Sri Sultan HB X dalam pembukaan Festival Kesenian Yogyakarta ke-29 di depan Gerbang Kantor Gubernur DIY Kepatihan. (Tribun Jogja/Alifia Nuralita Rezqiana/Bunga Kartikasari)
Referensi :
Buku “Merajut Kembali Keindonesiaan Kita”. Penulis: Sri Sultan HB X. Penerbit: Gramedia. Tahun Terbit: 2007.
Buku “Sultan Hamengku Buwono X Biara”. Penulis: Pusat Data dan Analisa Tempo. Penerbit: TEMPO Publishing. Tahun Terbit: 2020.
Laman Resmi Kraton Yogyakarta www.kratonjogja.id
(Tribunjogja.com/ANR)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.