Kelompecapir Gelar Diskusi Pemanfaatan Tanah di IKN
Kelompecapir yang beranggotakan para notaris menyelenggarakan diskusi dengan tema “Pemanfaatan Tanah di IKN".
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Hasanudin Aco
Menurut I Made Pria Dharsana, Notaris dari Bali menyampaikan jika dalam UU No 3 tahun 2022 telah diperbaharui dengan UU No 21 tahun 2023 yang mengatur hak atas tanah :1. Hak pakai, 2. Hak pengelolaan, 3. Hak milik, HGU, HGB, dan tanah yang di kuasai oleh pihak yang berhak sesuai per-UUan dengan jangka waktu yang sudah ditetapkan.
Terkait dengan jangka waktu yang ditetapkan ada beberapa catatan dari Pria Dharsana yaitu:
1. Hendaknya negara tidak memberikan karpet merah kepada investor asing dengan iming iming kemudahan secara kebablasan,
2. Jangka waktu sebagai sweeteners jangan akhirnya menjadi bumerang bagi masyarakat setempat sehingga sulit mengelola tanah pada wilayahnya sendiri.
3, Perlu adanya pola kerja sama pemanfaatan semacam BOT atau KSO dengan perjanjian yang sama sama menguntungkan baik bagi masyarakat setempat, dan investor,
4. Perlu adanya keseimbangan/balancing antara kebijakan pemerintah dengan kepentingan umum,
5. Ketentuan yang jelas dan tegas terhadap tanah yang di terlantarkab dengan pencabutan dan pembatalan hak yang sudah diberikan.
Dalam kesemptan tersebut Nurnaningsih, Notaris dari Tangerang menyampaikan, berkenaan dengan pengambil alihan lahan masyarakat, maka perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Pemaknaan kepentingan umum dan hak menguasai negara, 2.Hak ulayat berdasarkan komunalistik religius, 3.Pelibatan tokoh masyarakat dan adat dalam proses perencanaan, 4.Pelibatan tokoh masyarakat dan adat dalam proses penetapan lokasi, 5.Perizinan (RTRW amdal), 6.Lembaga appraisal dan nilai ganti rugi, 7.Konsinyasi, 8.Pengawasan dan Pendampingan.
Mengulas pendapat para nara sumber, Dewi Tenty mengingatkan bahwa tanah mempunyai sifat sosial.
“Hal tersebut diartikan sebagai upaya untuk mengurangi tindakan represif dan hal lain yang menimbulkan adanya konfik, masyarakat dapat diajak untuk perpartisipasi dalam pembangunan IKN secara suka rela dimana pemerintah dengan sosialisasi yang cukup menyampaikan visi sehingga timbul willingness atau kerelaannya melepaskan tanah sebagai bentuk keikut sertaannya dalam pembangunan menuju Indonesia emas 2045,” tuturnya.
Sebagai pamungkas diskusi, Dr. I Made Pria Dharsana, menambahkan bahwa pemberian hak atas tanah kepada investor mesti hati-hati dan teliti agar tidak timbul kesan memberikan "karpet merah" dengan penguasaan tanah dalam dua siklus sebagai upaya menarik minat investor menanamkan modalnya di IKN.
“Hal ini mesti jadi perhatian kita semua karena jangan sampai kita melupakan bahwa bumi air dan seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya diperuntukan bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat,” ucapnya.