Koalisi Masyarakat Penutur Bahasa Daerah Prihatin Pembahasan RUU Bahasa Daerah Ditunda, Siapkan Aksi
Koalisi Masyarakat Penutur Bahasa Daerah merasa prihatin dengan ditundanya pembahasan Rancangan Undang-Undang Bahasa Daerah.
Editor: Muhammad Barir
Koalisi Masyarakat Penutur Bahasa Daerah Prihatin Ditundanya Pembahasan RUU Bahasa Daerah
TRIBUNNEWS.COM- Koalisi Masyarakat Penutur Bahasa Daerah merasa prihatin dengan ditundanya pembahasan Rancangan Undang-Undang Bahasa Daerah.
RUU tersebut merupakan usulan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI sejak 2016 dan kemudian dilakukan pembahasan sejak awal 2023.
Namun, pada Selasa tanggal 4 Juni, Komisi X menyerahkan ke pimpinan DPR RI untuk dihentikan pembahasannya.
Kemudian DPR melalui rapat paripurna menghentikan pembahasan tersebut dengan alasan tidak mendesak.
Koalisi Masyarakat Penutur Bahasa Daerah memandang, kedua UU tersebut tidak mengatur mengenai bahasa daerah dari hulu ke hilir sebagaimana dirancang dalam RUU Bahasa Daerah.
Koalisi Masyarakat Penutur Bahasa Daerah yang didukung oleh sekitar 600 orang akan menyampaikan pernyataan sikap keprihatinan dan analisis hukum urgensi RUU Bahasa Daerah yang akan disampaikan di Gedung Perpustakaan Ajip Rosidi Jalan Garut, Bandung. pada Selasa, 11 Juni 2024.
"Jangan Jegal Rancangan Undang-Undang (RUU) Bahasa Daerah!" dalam pernyataan sikap Koalisi Masyarakat Penutur Bahasa Daerah.
Menurut Koalisi Masyarakat Penutur Bahasa Daerah, Rancangan Undang-Undang (RUU) Bahasa Daerah akhirnya kandas di tangan DPR RI.
Pada Selasa, 4 Juni 2024, Komisi X telah menyerahkan draft RUU kepada pimpinan sidang DPR untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU Bahasa Daerah.
RUU Bahasa Daerah merupakan inisiatif Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Menurut landasan pemikiran DPD, upaya untuk pemartabatan bahasa daerah harus dengan cara menjadikan bahasa daerah sebagai mata pelajaran wajib di sekolah.
Berdasarkan riset Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, di Indonesia terdapat 718 bahasa daerah, 778 dialek, dan 43 subdialek. Ini tentu merupakan kekayaan budaya Indonesia.
Namun, data di lapangan, masih berdasarkan hasil pemetaan Badan Bahasa tahun 2021, kondisi bahasa daerah sangat berbeda-beda.
Sebanyak 18 bahasa relatif masih aman, 31 bahasa dalam kondisi rentan, 43 bahasa mengalami kemunduran, 29 bahasa terancam punah, 8 bahasa dalam kondisi kritis, dan 11 bahasa telah punah alias sama sekali tak ada penuturnya.
Apabila tidak ada kebijakan berupa regulasi dari pemerintah, lambat laun kondisi semua bahasa daerah akan ditinggalkan oleh penutur jatinya. Hal ini mengingat berbagai pengaruh dari luar yang sulit dibendung, terutama dengan masifnya teknologi digital.
Sejak tahun 2023, baik DPD maupun kementerian, terutama Kementerian Pendidikan, Kebudayan, Riset dan Teknologi, sudah membahas RUU Bahasa Daerah secara intensif.
Namun, sungguh mengecewakan ketika Komisi X memutuskan untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU Bahasa Daerah dengan berbagai alasan, terutama waktu yang singkat.
DPR memang menyatakan bahwa pembahasan RUU Bahasa Daerah hanya ditunda.
RUU ini akan dilanjutkan oleh DPR dan pemerintah periode 2024— 2029.
Namun, janji tersebut belum tentu terealisasi mengingat suasana, kepentingan, dan perhatian anggota DPR pasti akan berbeda lagi.
Perlu diingatkan bahwa RUU Bahasa Daerah yang telah dibahas ini pun bukan inisiatif DPR, melainkan DPD.
Untuk itu, kami atas nama Koalisi Masyarakat Penutur Bahasa Daerah yang terdiri dari penulis, sastrawan, guru, aktivis bahasa daerah, dan penutur jati bahasa daerah, menyatakan keprihatinan terhadap DPR RI.
Untuk itu, kami mendesak: DPR dan pemerintah harus bertanggung jawab atas kemunduran bahasa daerah di masyarakat yang terus-menerus.
Hal ini karena tidak ada komitmen dalam menyelesaikan RUU Bahasa Daerah menjadi UU sebagai upaya pelindungan bahasa daerah;
DPD RI untuk menyatakan sikap politik terhadap dihentikannya pembahasan RUU Bahasa Daerah, dan terus berjuang untuk mewujudkan RUU Bahasa Daerah menjadi UU;
Presiden Jokowi untuk membuka kembali pembahasan RUU Bahasa Daerah sampai selesai sebagai legasi Pemerintahan Jokowi.
Pemerintahan era Prabowo Subianto—Gibran Rakabuming Raka dan DPR periode 2024-2029 untuk memperhatikan nasib bahasa daerah agar dihormati dan dipelihara sebagaimana Pasal 32 ayat (2): “Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional, dan menjadikan bahasa daerah sebagai mata pelajaran wajib di sekolah mulai dari pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.