Komnas HAM Dorong Polisi Tangani Kasus Masyarakat Adat di Sihaporas lewat Restoratif Justice
Komnas HAM RI mendorong kepolisian menangani kasus terkait masyarakat adat di Sihaporas secara keadilan restoratif atau restoratif justice.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
Duduk perkara
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, lembaga sipil yang mendampingi warga, mengatakan kasus ini tidak bisa dilepaskan dari kehadiran PT TPL dan konflik agraria di wilayah ini.
Menurut AMAN, komunitas adat Sihaporas tengah memperjuangkan hak atas tanah mereka yang tumpang tindih dengan area konsesi perusahaan. Akan tetapi, pengakuan itu belum mereka dapat dari pemerintah.
“Kalau perusahaan berkelit mereka tidak terlibat dalam kejadian ini, tidak bisa juga, justru karena mereka lah kejadian ini ada,” kata Hengky Manalu dari AMAN Tano Batak.
Masyarakat Sihaporas bukan satu-satunya komunitas adat yang mempertahankan hak atas tanah mereka di sekitar wilayah operasional PT TPL. Kasus ini, juga bukan kali pertama masyarakat adat di Simalungun berhadapan dengan hukum.
Pada Maret 2024, seorang kakek bernama Sorbatua Siallagan dari komunitas adat lainnya di Simalungun, Ompu Umbak Siallagan, juga ditangkap polisi karena dituduh merusak hutan di area konsesi perusahaan. Sorbatua kini menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Simalungun.
Penangkapan lima warga
Diberitakan sebelumnya, perwakilan masyarakat adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita di Sihaporas Simalungun Sumatera yang datang ke Jakarta menceritakan proses penangkapan lima warga oleh kepolisian.
Selain itu, perwakilan tersebut juga sempat menceritakan dugaan teror dan intimidasi yang dilakukan baik pihak perusahaan maupun kepolisian kepada warga di sana.
Anggota komunitas adat yang ditangkap dan dibawa pergi yakni Tomson Ambarita, Jonny Ambarita, Gio Ambarita, Prando Tamba, dan Pak Kwin Ambarita.
Kapolres Simalungun AKBP Choky S Meliala juga telah menyatakan penangkapan kelima warga terkait pengrusakan secara bersama-sama pada 18 Juli 2024.
"Penjemputan ini merupakan tindak lanjut dari laporan pengrusakan secara bersama-sama sesuai Pasal 170 KUHP," kata Kapolres AKBP Choky Meliala dikutip dari Tribun-Medan.com.
Atas penangkapan tersebut, pihak masyarakat adat didampingi kuasa hukumnya juga berupaya melakukan pra peradilan untuk menggugat penetapan empat tersangka dari lima orang yang ditangkap tersebut.
Empat orang tersebut yakni Tomson Ambarita, Jonny Ambarita, Parando Tamba, dan Giovani Ambarita.