DPP GMNI Tolak Keputusan KLHK Tentang Perubahan Fungsi Cagar Alam Mutis Timau NTT
Kementerian LHK sampai dengan saat ini tak pernah merencanakan pembangunan atau investasi wisata alam dalam bentuk yang masif di Taman Nasional Mutis
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Hasiolan Eko P Gultom

KLHK lebih fokus terhadap upaya pelestarian Taman Nasional Mutis Timau yang terdiri dari wilayah eks Cagar Alam dan Hutan Lindung, perlu dikelola sebagai sebuah kesatuan bentang alam melalui sistem zonasi.
Hal ini penting untuk mempertahankan kondisi habitat, biofisik serta landscape kawasan Cagar Alam dengan tambahan ruang yang lebih luas dari eks kawasan hutan lindung.
KLHK mengklarifikasi kalau dalam terminologi Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, perubahan fungsi dari Hutan Lindung dan Cagar Alam menjadi Taman Nasional, tidak dikenal istilah penurunan fungsi.
Hal yang dilakukan dengan perubahan fungsi tersebut merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk mengakomodasi kebutuhan dan kegiatan eksisting yang dilakukan oleh masyarakat setempat.
Dengan fungsi sebagai Cagar Alam maka aktivitas pemanfaatan yang dapat dilakukan hanya untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya.
Sedangkan aktivitas eksisting yang telah dilakukan oleh masyarakat setempat, antara lain mengambil madu hutan, mengambil kayu bakar, mengambil lumut dan jamur, pemanfaatan air, menggembalakan ternak, melakukan acara ritual agama/budaya/religi serta wisata alam, dengan fungsinya sebagai Cagar Alam maka semua aktifitas tersebut tidak dimungkinkan.
Menurut KLHK, upaya perubahan fungsi menjadi taman nasional akan mengakomodasi semua kepentingan tersebut.
KLHK mengungkapkan akan dilakukan alokasi kawasan untuk kepentingan perlindungan sistem penyangga kehidupan serta pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya pada zona inti dan zona rimba pada saat setelah dilakukan pengaturan zonasi pengelolaan.
Di sisi lain, aktivitas masyarakat selama ini akan diakomodasi dan dimungkinkan secara legal melalui alokasi zona tradisional, zona religi dan zona pemanfaatan. Tidak semua bagian kawasan akan dijadikan sebagai zona pemanfaatan untuk kepentingan wisata.
Dalam proses pengaturan zonasi, KLHK menegaskan akan dilakukan upaya konsultatif dengan semua unsur masyarakat termasuk masyarakat adat dan pemerintah melalui konsultasi publik.
Kemudian, KLHK menegaskan proses perubahan fungsi Hutan Lindung Mutis Timau dan Cagar Alam Mutis Timau ditempuh sesuai prosedur yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan.
Proses tersebut meliputi usulan atau proposal, penelaahan dokumen usulan pada Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, pembentukan tim terpadu, studi atau penelitian lapangan oleh tim terpadu, penyampaian laporan dan rekomendasi oleh Timdu kepada Menteri LHK, proses penelaahan laporan serta penerbitan Keputusan Menteri LHK.
Tim terpadu menurut KLHK memiliki pilihan untuk tidak merekomendasikan perubahan fungsi, merekomendasikan sebagian ataupun merekomendasikan seluruhnya.
Tim Terpadu Perubahan Fungsi Hutan Lindung Mutis Timau dan Cagar Alam Mutis Timau menjadi Taman Nasional Mutis Timau melalui salah satu anggotanya Dr. Kayat, seorang peneliti BRIN menjelaskan bahwa Tim terpadu yang dibentuk Kementerian LHK meliputi unsur Peneliti pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.