Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ikhtiar Produk Karya Mount Vera Sejati Meraup Berkah, Bersama Warga Satu Desa Terus Semringah

Usaha produk olahan lidah buaya milik Alan Efendhi bisa menjadi harapan hidup warga satu desa di Gunungkidul

Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Sri Juliati
zoom-in Ikhtiar Produk Karya Mount Vera Sejati Meraup Berkah, Bersama Warga Satu Desa Terus Semringah
TribunSolo.com/Chrysnha
Alan Efendhi, pemilik usaha olahan lidah buaya Rasane Vera dan edukasi wisata Aloe Land di Gunungkidul, Kamis (7/11/2024) 

Tanah tadah hujan di Gunungkidul menjadi tantangan untuk bertahan hidup. Produk olahan lidah buaya adalah jawaban penopang semangat warga bersama, berkarya dan berkelanjutan.

TRIBUNNEWS.COM – Alarm jam berdering selesai Marni merapikan tanaman lidah buaya yang ambruk di pot rumah.

Saat itu jarum jam hendak menuju angka 9, waktunya ia bergegas menuju pabrik olahan lidah buaya Rasane Vera dari UD. Mount Vera Sejati, di Dusun Jeruklegi, Desa Katongan, Kecamatan Nglipar, Gunungkidul, DIY, pada Kamis (7/11/2024).

Pabrik rumahan Mount Vera Sejati hanya berjarak beberapa langkah dari rumah Marni alias bertetangga. 

Di situ, Marni sehari-hari bekerja membantu produksi olahan produk lidah buaya

Sekaligus menyetor pelepah daun lidah buaya hasil tanamnya untuk menjadi bahan baku olahan produk lidah buaya UD. Mount Vera Sejati.

“Assalamualaikum, niki mbeto 20 kilo riyen nggih (ini bawa 20 kilogram dulu ya, Red),” ucap Marni kepada rekan-rekan kerja di UD. Mount Vera Sejati.

Berita Rekomendasi

Selain bekerja sebagai karyawan, Marni juga merupakan anggota kelompok wanita tani yang sudah bermitra dengan UD. Mount Vera Sejati sejak 2018.

Ia bersama ratusan ibu-ibu antar dusun di Desa Katongan meraup untung sebagai petani mitra untuk merawat dan mengolah produk bernama ilmiah Aloe Vera ini.

Dari hasil menyetor pelepah lidah buaya pagi itu, Marni sudah mengantongi Rp 60 ribu. Per kilogramnya dihargai Rp 3.000 oleh usaha dagang milik Alan Efendhi, yang juga tetangganya.

Tanaman lidah buaya yang pelepahnya bakal diolah oleh UD. Mount Vera Sejati Gunungkidul
Tanaman lidah buaya yang pelepahnya bakal diolah oleh UD. Mount Vera Sejati Gunungkidul (Instagram @efendhi_alan.rv)

Ibu satu anak ini juga mendapat upah bekerja di UD. Mount Vera Sejati sebagai pengupas daun lidah buaya, per hari ia mendapat Rp 60-80 ribu tergantung jumlah pelepahnya.

Belum ditambah penghasilan ketika rombongan wisatawan melakukan kunjungan wisata edukasi, ia dapat tambahan upah Rp 100 ribu per hari.


Hasil-hasil yang ia dapatkan tersebut bisa dibilang lebih dari keuntungan semata lantaran sebelumnya Marni terseok-seok menjalani hidup.

Bahkan nasib serupa juga dirasakan oleh para ibu-ibu di dusunnya yang hanya mengandalkan suami pekerja bangunan dan buruh tani.

Penghasilannya mereka awalnya tak menentu, selalu kesulitan ekonomi saat musim kemarau karena tanah di desanya adalah tanah tadah hujan, sulit untuk bercocok tanam.

Saat tak ada pendapatan, warga bertahan hidup makan hasil kebun seperti singkong untuk dijadikan nasi dan daun pepaya sebagai sayurnya.

Beberapa juga terlilit piutang dengan rentenir karena terjebak dalam situasi gali lubang tutup lubang.

Marni menjadi salah satu dari sekian para perempuan kuat Dusun Jeruklegi untuk menopang perekonomian keluarga.

Kebutuhan makan, kebutuhan sekolah, hingga untuk uang saku anak pada akhirnya bisa ia penuhi semenjak bekerja dengan UD. Mount Vera Sejati.

“Seneng sekali Alhamdulilah sekarang semua kebutuhan terpenuhi tanpa mengandalkan suami, dulu kalau kemarau ga ada penghasilan, kadang nengok orang sakit ambil utang juga,” ucapnya.

Sementara tak jauh dari tempat Marni mengupas pelepah lidah buaya, ada sosok Umar Abdul Azis yang tengah sibuk melakukan pengemasan.

Sebagai karyawan UD. Mount Vera Sejati, Azis bertanggung jawab perihal packing produk lidah buaya.

Seperti Marni, UD. Mount Vera Sejati mengubah hidupnya sejak SMA.

Mahasiswa semester 7 Manajemen Pemasaran Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini mengaku terbantu ekonominya.

“Sangat bersyukur sekali, kebutuhan saya terbantu sejak SMA hingga bisa kuliah tanpa merepotkan orangtua satu rupiah pun. Sebagai petani mitra dan karyawan Mount Vera Sejati saya bersyukur,” ungkapnya kepada Tribunnews.

Pria kelahiran 2003 ini juga merupakan anggota karang taruna dusun setempat.

Umar Abdul Azis, karyawan UD. Mount Vera Sejati Gunungkidul
Umar Abdul Azis, karyawan UD. Mount Vera Sejati Gunungkidul (TribunSolo.com/Chrysnha)

Karang taruna ternyata dilibatkan UD. Mount Vera Sejati sebagai pendukung wisata edukasi lidah buaya bernama Aloe Land.

Setiap ada kunjungan, biasanya sebulan dua kali, karang taruna diminta untuk menjadi petugas.

Karena medan menuju Aloe Land terbilang sulit ditempuh, karang taruna kampung bertanggung jawab dari proses perparkiran bus hingga menggiring rombongan ke tempat wisata edukasi.

Tak hanya itu, karang taruna juga bertugas menyediakan kursi untuk wisatawan yang hendak melakukan kunjungan wisata.

“Jadi karang taruna dapat penghasilan dari kursi-kursinya disewa Mas Alan itu dana masuk kas. Per orangnya yang terlibat juga mendapat upah dari sekitar 1-2 jam bekerja Rp 100 ribu,” ucapnya kemudian tersenyum.

Modal Nekat Bersama Warga

Marni dan Azis hanyalah sebagian kecil masyarakat yang kecipratan berkah dengan adanya UD. Mount Vera Sejati.

Masih ada sekitar 25 karyawan, 125 petani mitra binaan, puluhan agen distributor, hingga reseller yang ikut merasakan gurihnya usaha produksi lidah buaya yang telah dirintis Alan Efendhi.

Petani mitra binaan Alan tersebar di dusun-dusun Desa Katongan, belum ditambah lubang-lubang petani kantong di Gunungkidul, Klaten, Sleman dan Kulonprogo yang dibutuhkan saat petani desanya tak mampu memenuhi permintaan.

Kemudian pasar penjualan produk lidah buaya Mount Vera Sejati terbagi ke dalam dua kategori.

Pasar paling luas yakni di setiap toko oleh-oleh di Daerah Istimewa Yogyakarta, termasuk di Bandara Yogyakarta International Airport (YIA).

Hilirisasi Lidah Buaya di UD. Mount Vera Sejati
Hilirisasi Lidah Buaya di UD. Mount Vera Sejati (Grafis Tribunnews)

Di luar konsinyasi tersebut, pasar yang disasar adalah agen distributor di setiap kota, meliputi Jakarta, Purwokerto, hingga eks karesidenan Surakarta.

Sang pemilik Mount Vera Sejati berprinsip bagaimana usahanya dapat melibatkan dan bermanfaat bagi banyak orang, termasuk dari lapisan bawah.

Dulu, tak pernah ada dalam benak Alan Efendhi, usaha yang dimulai pada 2014 akan berkembang seperti sekarang.

Tak hanya meraup untung, UD. Mount Vera Sejati juga sukses menebar manfaat lewat program pemberdayaan bagi warga sekitar.

Terutama ibu-ibu di Dusun Jeruklegi agar mandiri dan berpenghasilan untuk mencukupi kebutuhan.

Awalnya Alan Efendi prihatin dengan kondisi tante juga ibu-ibu di dusunnya mengalami kesulitan ekonomi.

“Saya melihat bulik (tante, Red) saya sendiri susah nyekolahin anak, apalagi musim kemarau ga ada panenan, sapi kambing itu kan sebenarnya bukan komoditas yang menjanjikan cuman tabungan aja atau bener-bener ga bisa dijagain,” kata Alan ditemui di kediamannya.

Selanjutnya, Alan berpikir komoditas apa yang tidak mengenal musim tanam juga prospeknya bagus.

Pada 2014, Alan yang berada di Jakarta meminta ibunya untuk menanam lidah buaya di lahan rumah kampung halaman.

Dari kejauhan, Alan mendampingi proses penanaman dan perawatan tanaman lidah buaya.

Sejumlah kendala pun dihadapi sang ibunda, dari tanaman mati hingga cemooh tetangga.

Tak sedikit yang menyangsikan kegiatan keluarga Alan menggunakan lahan kebun untuk menanam lidah buaya, bukan jagung dan tanaman hortikultura seperti biasanya.

Alan yang bekerja di ibu kota saat itu hanya bisa menguatkan ibunya untuk tetap mengerjakan kewajiban dengan janji akan kembali kemudian hari membuat gebrakan baru usaha lidah buaya.

Setahun pertama panen lidah buaya dilakukan, tapi dirasa belum sempurna, Alan masih harus melakukan pendampingan.

Kemudian pada 2016, Alan memilih berhenti bekerja di Jakarta dan kembali pulang ke kampung halaman di Gunungkidul.

Ia meneruskan perawatan tanaman lidah buaya yang sudah dilakukan ibunya di rumah, hingga panen di tahun kedua didapatnya.

Berbekal riset dengan metode trial and error alias coba-coba, Alan akhirnya mendapat resep minuman aloe vera versinya.

Bukan kepalang minuman produksinya itu laris di pasaran sampai-sampai ia tak mampu mengakomodasinya hanya dengan ibunya seorang.

“Puncaknya 2018 saya benar-benar melaunching program pembagian 50 bibit gratis kepada setiap tetangga yang mau menjadi petani mitra, saat itu ada 100 orang, jadi total 5.000 bibit lidah buaya saya berikan,” terang dia.

Harapannya, para ibu-ibu di dusunnya bisa membudidayakan lidah buaya mandiri dengan kepastian serapannya terjamin karena Alan sudah memiliki UD. Mount Vera Sejati sebagai pabrik pengolahannya.

Setahun berikutnya, ibu-ibu petani lidah buaya  memetik hasil dari panen.

“Setahun perawatan habis itu 3 pekan sampai sebulan sekali panen terus ga ada matinya ga ada habisnya, dari 2014 saya belum pernah ganti indukan, tanam sekali untuk selamanya,” ungkap Alan.

Tak hanya menyetor pelepah kepada Alan, petani mitra juga memiliki semangat mandiri menambah pundi-pundi.

Para petani juga menghasilkan produk olahan turunan seperti dodol, dawet, permen, hingga keripik yang proses pembuatannya dalam pendampingan Alan lewat pelatihan.

Demikian menjadi bukti usaha petani naik kelas menjadi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Atas dasar itu, Alan memiliki tanggung jawab moral untuk mendorong segala kebutuhan petani. 

“Mereka butuh desain kemasan saya ikut mengawal, butuh perizinan saya ikut mendampingi seperti label halal dapat, itu karena melalui link saya , saya coba datangkan relasi saya ke sini, itu kan menambah value juga ke masyarakat,” urai Alan.

2019 menjadi terobosan baru Alan untuk menjadikan inovasinya tak hanya sebagai sebuah usaha tapi juga bermanfaat untuk edukasi wisata bernama Aloe Land.

Aloe Land melengkapi wisata edukasi Yogyakarta yang tak hanya berfokus pada bentang alamnya, tapi juga pengalaman budidaya termasuk olahan yang bisa menjadi turunannya.

Usaha Alan dengan produk lidah buayanya membuat olahan khas Rasane Vera semakin dikenal luas. 

Perkampungan yang semula sepi tanpa potensi kekayaan alam di dalamnya lambat laun menjadi ramai berkat adanya Aloe Land.

Lalu semakin terekspose karena banyak media yang datang untuk meliput.

Dampak positifnya adalah warung-warung di Desa Katongan menjadi hidup lantaran banyak tamu Aloe Land yang mampir hanya untuk sekedar jajan.

“Sepanjang jalur bus masuk ke sini susah, warung hidup karang taruna aktif mengakomodasi wisatawan.”

“Lebih dari itu, para ibu-ibunya yang dulu takut bertemu dengan orang, takut ngomong di depan orang, akhirnya saya rekrut mereka karena di Aloe Land ini ada pos-posnya. Bagian budidaya siapa, bagian tour siapa, bagian pengupasan siapa. Mereka harus berinteraksi, dan ini yang saya ajarkan bertahun-tahun ke mereka, akhirnya kini sudah cakap banget,” papar Alan.

Alan pun menegaskan, keberhasilan usaha ini tak terjadi secara instan dan dilatar belakangi keprihatinan tinggi.

Berkat usaha keras seluruh yang terlibat, kata Alan, ibu-ibu di dusunnya terbebas dari hutang sebelumnya.

Penghasilan dari mengolah lidah buaya bisa menjadi pemasukan atas kebutuhan operasional keluarga mereka masing-masing.

Begitu juga dengan biaya sekolah anak-anak para petani lidah buaya.

Atas usahanya memberdayakan dan memandirikan warga sekitar, Alan sukses meraih sejumlah penghargaan.

Satu di antara apresiasi tersebut datang dari Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2023.

Alan Efendhi memperoleh penghargaan Satu Indonesia Awards 2023
Alan Efendhi memperoleh penghargaan Satu Indonesia Awards 2023 (Instagram @efendhi_alan.rv)

Alan mendapat penghargaan yang diberikan PT Astra International Tbk untuk kategori bidang kewirausahaan.

Bagi Alan, mendapat apresiasi dari Astra merupakan berkah tersendiri karena membuat usahanya semakin besar dan berkembang.

Keberlanjutan, Menuju Mendunia

Perjalanan Alan tak berhenti sampai ke hilirisasi olahan lidah buaya.

Alan memegang teguh prinsip keberlanjutan dan berkembang lebih luas.

Pria kelahiran Gunungkidul tahun 1988 ini memiliki proyeksi dalam kurun waktu satu hingga dua tahun ke depan memiliki pabrik dengan standar tinggi.

Kemudian Alan ingin menambah mesin-mesin produksi dengan tujuan meningkatkan kapasitas, hal itu otomatis beriringan dengan meningkatnya kebutuhan bahan baku.

Harga untuk mengganti setoran petani juga bakal terus meningkat karena permintaan semakin banyak.

“Otomatis bahan baku pelepah daun lidah buaya dari masyarakat juga semakin dibutuhkan, semakin banyak yang diserap, harga juga bakal terus naik menguntungkan masyarakat juga kan,” katanya.

Selain standar BPOM, produk usaha Alan ditargetkan memiliki izin-izin standar untuk bisa merambah ke luar negeri.

Langkah tersebut sudah dimulai dengan rutin mengikuti kegiatan ekspo seperti pameran kelas internasional G20 dan Trade Expo Indonesia 2023-2024.

Alan mengakui produknya sudah dilirik oleh pasar internasional, di antaranya dari Mesir, Malaysia, hingga Singapura.

Hanya saja saat ini ia belum bisa menuruti permintaan karena terkendala perizinan ekspor.

“Ke depan orientasinya (jualan) ke luar negeri. Kita urus dulu izin-izin ekspor,” katanya.

Bicara proyeksi yang terakhir, Alan ingin produk lidah buaya menjadi produk unggulan Gunungkidul.

Seperti halnya jika kita mengenal carica sebagai produk unggulan wisata Dieng, Jawa Tengah.

Alan berharap bisa menunjang pariwisata Gunungkidul lewat produk lidah buaya berikut wisata edukasinya.

Terlepas dari hal itu, Alan ke depan melalui usaha ini tetap ingin bermanfaat bagi banyak orang.

Yakni dengan meluaskan manfaat tak hanya kepada petani desa, tapi petani di Gunungkidul yang mungkin mengalami nasib serupa seperti masa lalu Desa Katongan.

Hal ini disebutnya sebagai penyerapan tenaga kerja dengan membuka seluasnya lapangan kerja bagi masyarakat.

Produk Terjangkau

Produk olahan lidah buaya Nata de Aloevera produksi Rasane Vera Gunungkidul
Produk olahan lidah buaya Nata de Aloevera produksi Rasane Vera Gunungkidul (Instagram @efendhi_alan.rv)

Rasane Vera produk UD. Mount Vera Sejati berbahan lidah buaya tersedia dalam berbagai olahan dan menjangkau semua.

Mulai dari minuman Nata de Aloevera Cup, minuman kemasan cup yang dikemas satu pack isi enam cup berbagai varian rasa.

Lalu, Mr. Kriuk’s yang merupakan keripik berbahan daging dan kulit daun lidah buaya.

Juga ada Aloevera Cube Drink berupa kemasan botol dengan bahan baku premium Grade A terdiri dari delapan varian rasa).

Ada lagi Aloe Liquid Stevia, minuman konsep jus dengan gula dari daun stevia.

Produk tersebut merupakan produk 0 kalori yang disediakan khusus untuk penderita diabetes.

Kemudian ada produk Aloe Fiber Madu, minuman kaya serta dengan perasa, pemanis dan pengawetnya dari madu lanceng.

Minuman ini diklaim menurunkan hipertensi hingga melancarkan pencernaan.

Yang terakhir ada Pure Aloevera Slice Pouch, bahan serbuk untuk campuran minuman.

Selain produk olahan lidah buaya, Alan telah menyiapkan paket wisata edukasi Aloe Land yang tersedia dalam dua kategori, yaitu untuk umum dan pelajar.

Dalam paket tersebut, pengunjung Aloe Land bisa mendapatkan berbagai fasilitas seperti snack, modul, sertifikat hingga tanaman lidah buaya.

Informasi produk olahan lidah buaya dan paket wisata edukasi Aloe Land lebih lengkap dapat mengunjungi website www.mountverasejati.com. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas