Asal Mula Sekaten, Tradisi Perayaan Maulid Nabi di Keraton Yogyakarta dan Surakarta
Sekaten yang menjadi tradisi perayaan Maulid Nabi di Keraton Yogyakarta dan Surakarta berasal dari bahasa Arab syahadatain.
Penulis: Fitriana Andriyani
Editor: Fathul Amanah
TRIBUNNEWS.COM - Sekaten adalah rangkaian kegiatan tahunan sebagai peringatan ulang tahun Nabi Muhammad yang diadakan oleh keraton Surakarta dan Yogyakarta.
Dilansir dari Wikipedia, kebanyakan pustaka bersepakat bahwa nama Sekaten adalah adaptasi dari istilah bahasa Arab, syahadatain.
Syahadatain berarti "persaksian (syahadat) yang dua", maksudnya adalah persaksian atas syahadat yang terdiri dari dua kalimat.
Perluasan makna dari sekaten dapat dikaitkan dengan istilah sahutain yang bererti menghentikan atau menghindari perkara dua.
Dua perkara itu adalah sifat lacur dan menyeleweng.
Baca: Insiden Kabin Terbalik, Walkot Jogja Tutup Semua Wahana Bianglala dan Kora-Kora di Acara Sekaten
Sekaten juga bisa dikaitkan dengan sakhatain atau menghilangkan perkara dua, yaitu watak hewan dan sifat setan.
Kemudian juga sakhotain yakni menanamkan perkara dua, yaitu selalu memelihara budi suci atau budi luhur dan selalu menghambakan diri pada Tuhan.
Sekati atau setimbang, orang hidup harus bisa menimbang atau menilai hal-hal yang baik dan buruk.
Serta sekat yakni batas, orang hidup harus membatasi diri untuk tidak berbuat jahat serta tahu batas-batas kebaikan dan kejahatan.
Rangkaian perayaan secara resmi berlangsung dari tanggal 5 dan berakhir pada tanggal 12 Mulud penanggalan Jawa.
Dalam kalender Masehi, tahun ini Sekaten diadakan sejak Senin, 12 November hingga Selasa, 12 November 2018.
Awal mula dan maksud perayaan Sekaten dapat ditarik sejak mulainya kerajaan-kerajaan Islam di tanah Jawa, yaitu zaman Kesultanan Demak.
Sekaten diadakan sebagai salah satu upaya menyiarkan agama Islam.
Karena orang Jawa saat itu menyukai gamelan, pada hari raya Islam yaitu pada hari lahirnya Nabi Muhammad di halaman Masjid Agung Demak dimainkanlah gamelan.