Asal Mula Sekaten, Tradisi Perayaan Maulid Nabi di Keraton Yogyakarta dan Surakarta
Sekaten yang menjadi tradisi perayaan Maulid Nabi di Keraton Yogyakarta dan Surakarta berasal dari bahasa Arab syahadatain.
Penulis: Fitriana Andriyani
Editor: Fathul Amanah
Para Wali sepakat untuk mengemas dakwahnya dalam tontonan yang menghadirkan gamelan pusaka peninggalan dinasti Majapahit yang telah dibawa ke Demak.
Itu berkat kejelian, kecerdasan, dan kedekatan para Wali pada masyarakatnya.
Di Karaton Surakarta tradisi menabuh gamelan dilaksanakan di Bangsal Pagongan, Mesjid Agung Karaton Surakarta.
Yang harus disimak dari Gendhing-gendhing Gamelan Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari adalah makna yang ada di dalamnya.
Setidaknya ada dua kebenaran yang hendak disampaikan.
Pertama adalah Syahadat Taukhid, yakin pada adanya Allah SWT, dilambangkan dalam gendhing ‘Rembu’.
Berasal dari kata Robbuna yang artinya Allah Tuhanku yang dikumandangkan dari gamelan Kyai Guntur Madu.
Perkara kedua adalah Syahadat Rosul dari Gamelan Kyai Guntur Sari, yakni Gendhing ‘Rangkung’.
Rangkung berasal dari kata Roukhun yang artinya Jiwa Besar atau Jiwa Yang Agung.
Semua tidak hanya sebagai tontonan atau hiburan belaka.
(Tribunnews.com/Fitriana Andriyani)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.