Fakta-fakta Black Friday: Sejarah, Tanggal Jatuhnya, hingga Asal Mula Nama
Apa itu Black Friday, bagaimana sejarahnya dan mengapa diberinama Black Friday? Inilah jawabannya.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Jika di Indonesia ada Harbolnas (Hari Belanja Online Nasional), maka di luar negeri ada Black Friday.
Kedua momen belanja dengan diskon besar-besaran tersebut serupa, namun jatuh di tanggal yang berbeda.
Puncak Harbolnas (12.12) di Indonesia jatuh pada tanggal 12 Desember.
Sementara Black Friday jatuh sehari setelah Thanksgiving.
Thanksgiving dirayakan pada hari Kamis minggu keempat pada bulan November.
Kamis keempat bulan November tahun ini jatuh pada tanggal 22 November.
Artinya, Black Friday jatuh pada Jumat (23/11/2018) hari ini.
Di hari Black Friday, ada banyak diskon yang ditawarkan berbagai toko, baik online maupun offline.
Bahkan, ada beberapa negara bagian yang meliburkan karyawananya pada Black Friday.
Lantas, apa itu Black Friday, bagaimana sejarahnya dan mengapa diberinama Black Friday?
Berikut ulasan tentang Black Friday, dihimpun Tribunnews.com.
Minggu ini menjadi hari yang spesial bagi warga Amerika.
Setelah menikmati kalkun bersama keluarga di hari Thanksgiving, serta menonton pertandingan bola bersama, warga Amerika merayakan tradisi dengan belanja dan berburu diskon-besaran.
Musim belanja Black Friday dimulai setelah Thanksgiving.
Meski bukan libur nasional, tapi sebagian besar perusahaan meliburkan karyawannya.
Banyak orang yang menggunakan kesempatan itu untuk berbelaja berburu diskon.
Black Friday menjadi sensasi pemasaran dalam beberapa tahun terakhir.
Sejak tahun 2005, melansir wonderopolis.org, Black Friday menjadi hari belanja paling padat sepanjang tahun.
Untuk menarik perhatian pembeli, banyak pengusaha yang membuka tokonya lebih awal di hari itu.
Bahkan, ada yang sudah mulai diskon saat malam Thanksgiving.
Ada banyak promosi dan harga diskon yang ditawarkan toko-toko.
Beberapa barang dengan diskon besar dijual dengan jumlah yang terbatas.
Karena itu, beberapa calon pembeli rela mengantre dan bermalam di depan toko sambil memasang tenda.
Namun, mengapa diberinama Black Friday?
Ada beberapa penjelasan mengenai asal mula nama ini.
Sejarawan percaya nama ini muncul di Philadelphia sekitar tahun 1960-an.
Sopir bus dan polisi menggunakan nama Black Friday untuk mendeskripsikan lalu lintas yang padat yang membuat kemacetan kota sehari setelah Thanksgiving karena ada banyak pembeli yang berbondong-bondong ke toko.
Namun di sisi pengusaha, alasan itu tidak disukai.
Di awal tahun 1980-an, alasan yang lebih positif muncul.
Menurut penjelasan dari sumber lain, Black Friday merupakan hari di mana pengusaha mulai menghitung dan mendapatkan laba tahunan.
Dalam istilah akuntansi, kerugian disebut "in the red" karena biasanya akuntan menggunakan tinta merah untuk menandakan jumlah negatif (kerugian).
Jumlah positif (laba) ditulis dengan tinta hitam.
Karena itu, "hitam" berarti sesuatu yang baik karena menandakan keuntungan bagi pengusaha.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muncul fenomena Cyber Monday dan Giving Tuesday, yang mirip dengan Black Friday.
Cyber Monday menjadi hari alternatif bagi mereka yang sibuk di hari Jumat dan tidak mau berdesak-desakan mencari diskon saat Black Friday.
Hari Senin setelah Black Firday disebut Cyber Monday dimana banyak penjual toko online yang menawarkan promo spesial.
Sementara itu, Giving Tuesday merupakan bentuk amal yang dicanangkan sejak tahun 2012.
Di hari Giving Tuesday, banyak dermawan individu, organisasi, maupun komunitas yang merayakan hari libur dengan memberi sumbangan bagi orang-orang yang membutuhkan.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)